JPU Ungkap Aliran Fee PJU Kerinci, Joni Efendi dan Boy Edwar Mendominasi

JPU Ungkap Aliran Fee PJU Kerinci, Joni Efendi dan Boy Edwar Mendominasi

BEKABAR.ID, KERINCI - Sidang perdana perkara dugaan korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) Kabupaten Kerinci senilai Rp5,9 miliar kembali menjadi sorotan publik. Di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jambi, Senin, 24 November 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memaparkan skema pengaturan proyek yang berjalan sistematis, melibatkan pejabat eksekutif, rekanan, hingga 12 anggota DPRD Kerinci periode 2019–2024.

Dakwaan yang dibacakan JPU mengurai praktik manipulasi dari hulu ke hilir, yakni mulai dari penyusunan HPS yang tidak sesuai standar, penunjukan perusahaan titipan, hingga dugaan aliran fee puluhan juta rupiah yang disamarkan sebagai jatah pokok pikiran (pokir).

Dalam dakwaan, JPU menyebut anggaran pengadaan komponen PJU yang awalnya dipatok Rp3,4 miliar mendadak melompat menjadi Rp5,9 miliar. Kenaikan ini terjadi tanpa dasar perhitungan harga pasar dan dilakukan tanpa konsultan perencana. HPS disusun seolah formalitas, salah satu instrumen untuk mengondisikan harga.

Heri Cipta, Kepala Dishub yang merangkap PPK, bersama PPTK Nael Edwin disebut menjadi koordinator teknis. Mereka mengarahkan pejabat pengadaan, Yuses Alkadira Mitas, menggunakan daftar perusahaan tertentu. Daftar itu ternyata berasal dari anggota DPRD.

Salah satu poin paling krusial dalam dakwaan terjadi ketika Heri Cipta dipanggil ke ruang Plt Sekwan Jonri Ali. Di ruangan itulah Ketua DPRD 2023 Edminuddin dan 11 anggota dewan lain menyampaikan bahwa proyek PJU merupakan bagian dari pokir DPRD. Mereka menyerahkan daftar perusahaan yang harus dilibatkan.

Pertemuan itu diyakini menjadi titik awal pergeseran metode pengadaan dari tender ke penunjukan langsung, mekanisme yang membuka ruang intervensi dan manipulasi harga.

JPU memaparkan bagaimana beberapa direktur perusahaan, Fahmi, Sarpono Markis, Jefron, dan Amril Nurman, menyerahkan ID dan password LPSE ke honorer UKPBJ. Ada pula setoran Rp300 ribu per paket ke Pejabat Pengadaan.

Dokumen penawaran disiapkan PPTK, sementara perusahaan tinggal unggah sesuai arahan. Harga komponen di-packing lebih tinggi dari harga beli, menciptakan margin selisih yang kemudian diduga menjadi sumber aliran fee.

Dalam dakwaan, JPU membeberkan aliran fee yang diduga mencapai 15 persen dari nilai kontrak. Dana ini mengalir ke 12 anggota DPRD Kerinci dengan besaran berbeda.

Yang paling mencolok adalah Joni Efendi diduga menerima Rp138 juta, angka yang jauh lebih besar dibanding rekan lainnya. Boy Edwar berada di posisi kedua dengan Rp66 juta.

Daftar dugaan penerima fee (berdasarkan dakwaan JPU):

1. Joni Efendi – Rp138.089.100

2. Boy Edwar – Rp66.054.300

3. Yudi Herman – Rp52.048.650

4. Erduan – Rp48.045.900

5. Irwandri – Rp42.000.000

6. Edminuddin – Rp40.000.000

7. Syahrial Thaib – Rp35.000.000

8. Asril Syam – Rp30.000.000

9. Jumadi – Rp26.014.350

10. Novandri Panca Putra – Rp22.000.000

11. Mukhsin Zakaria – Rp20.014.350

12. Amrizal – Rp18.000.000

JPU menilai kesenjangan fee ini mengindikasikan adanya peran berbeda dari masing-masing legislator dalam menentukan perusahaan rekanan yang digunakan.

Tidak hanya legislator, JPU juga merinci aliran dana ke para pejabat dan rekanan proyek:

  1. Heri Cipta – Rp336 juta
  2. Nael Edwin – Rp75 juta
  3. Jefron, Reki Eka Fictoni, Helpi Apriadi – Rp589 juta
  4. Sarpono Markis – Rp127 juta
  5. Amril Nurman, Reki Eka Fictoni, Helpi Apriadi – Rp437 juta
  6. Gunawan, Reki Eka Fictoni, Helpi Apriadi – Rp135 juta

JPU menyebut rangkaian proses ini sebagai praktik penyalahgunaan kewenangan yang terstruktur dan merugikan keuangan daerah.

Editor: Sebri Asdian