Premanisme Berkedok Kearifan Lokal di Desa Menjadi Ancaman Serius Pembangunan Daerah di Kabupaten Kerinci

Premanisme Berkedok Kearifan Lokal di Desa Menjadi Ancaman Serius Pembangunan Daerah di Kabupaten Kerinci

BEKABAR.ID, KERINCI - Pembangunan infrastruktur pemerintah seharusnya menjadi momentum bagi kemajuan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, realitas di lapangan tidak selalu seindah harapan. Di sejumlah wilayah, termasuk di Kabupaten Kerinci, pembangunan justru tersandera oleh praktik premanisme dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum masyarakat di sekitar lokasi proyek.

Fenomena ini mencerminkan paradoks yang menyakitkan. Masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat pembangunan justru menjadi penghambatnya. Proyek-proyek strategis sering kali dihadapkan pada tekanan dari sekelompok orang yang meminta "sumbangan" tidak resmi. Jika tidak diberikan, ancamannya jelas: proyek akan diganggu, dirusak diam-diam, atau dipersulit dengan berbagai cara.

Yang lebih mengkhawatirkan, tindakan ini sering dibalut dengan dalih “kearifan lokal” atau “partisipasi masyarakat.” Bahkan beberapa organisasi pekerja lokal justru memanfaatkan momen proyek untuk memonopoli distribusi bahan seperti pasir dengan harga tinggi. Kontraktor pun terpaksa tunduk, karena menolak berarti menghadapi sabotase atau protes yang dilatari kekuatan massa.

Situasi ini menimbulkan dua kerugian besar. Pertama, proyek menjadi tidak maksimal baik dari segi kualitas, waktu pelaksanaan, maupun anggaran. Kedua, menciptakan iklim ketakutan dan ketergantungan yang kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Akhirnya, pembangunan yang seharusnya inklusif malah menjadi ladang rente segelintir pihak.

Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak bisa terus menutup mata. Premanisme dalam bentuk apa pun, meski dibungkus identitas lokal, harus diberantas. Perlu keberanian untuk menegakkan hukum, serta perlindungan terhadap pelaksana proyek yang bekerja sesuai prosedur.

Lebih dari itu, masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa pembangunan bukanlah ladang untuk memalak, melainkan jalan untuk meningkatkan taraf hidup bersama. Jika tidak, maka kita akan terus berada dalam lingkaran stagnasi: proyek ada, dana ada, tapi hasilnya selalu tak sebanding dengan potensi yang seharusnya bisa diraih.

Kalau mau Kerinci maju hentikan praktik-praktik seperti itu dan jangan menjadi bagian dari penghambat pembangunan, seperti premanisme, pungli, pemalakan, atau menjadi organisasi yang ingin memonopoli harga bahan bangunan.

Kasus di atas sudah bertahun-tahun terjadi acap kali kontraktor pun malas menjalani pekerjaan di desa tertentu karena malas di ganggu, sehingga dalam penganggaran pun kadang-kadang Pemerintah harus berfikir keras untuk meletakkan proyek di desa itu, ujung-ujung nya masyarakat tidak bisa menikmati pembangunan yg maksimal. (*)