BEKABAR.ID, KERINCI – Kegagalan memahami suatu persoalan menjadi bisa berdampak buruk bagi orang lain, apa lagi persoalan hokum yang gagal dipahami, seperti yang terjadi pada tindaklanjut putusan sidang Pengadilan Tinggi Jambi objek perkara perdata yang terletak di Sungai Tuak Kabupaten Kerinci.
Perlu dipahami bahwa "Gagal paham" berarti tidak mampu memahami atau salah memahami suatu hal, seperti topik berita, pembicaraan, atau informasi yang didapat. Istilah ini sering digunakan ketika seseorang tidak benar-benar mengerti atau mengartikan suatu informasi dengan tepat.
"Gagal paham" menunjukkan kondisi di mana seseorang tidak bisa menangkap makna atau maksud dari sesuatu yang disampaikan atau dibaca.
Agar tidak gagal paham, maka semua informasi yang ada terkait persoalan yang ingin dipahami harus dipelajari terlebih dahulu.
Seperti dalam surat Pengadilan Negeri Sungai Penuh Pemberitahuan Constatering (pencocokan) yang ditujukan kepada Irawadi Uska, S.H, M.H selaku kuasa hukum termohon (Irwandri).
Irawadi Kuasa Hukum termohon mengungkapkan bahwa banyak kegagalan pemahaman dalam kontek penanganan putusan objek pekara Sungai Tuak.
Pertama kata Irawadi, saat pihak pengadilan melakukan Constatering, Constatering itu artinya pencocokan objek perkara, “Constatering bukan eksekusi, eksekusi belum ada dilakukan, sekali lagi itu hanya Constatering” tegas Irawadi.
Kemudian Constatering pihak pengadilan harus menghadirkan kedua belah pihak dan pemilik tanah di empat batas keliling dari objek pekara.
“Kita tidak diberi kesempatan untuk hadir” ungkapnya.
Kedua kata Irawadi, dalam putusan Pengadilan Tinggi Jambi objek pekara Sungai Tuak tidak jelas, karena objek pekara dalam putusan Pengadilan Tinggi tidak ada, sebab objek pekara Sungai Tuak di Kelurahan Siulak Deras Mudik tidak ada, yang ada adalah Desa Siulak Deras Mudik dan Kelurahan Siulak Deras, dibuktikan dengan adanya surat keterangan dari Kades Siulak Deras Mudik, Kades Kelurahan Siulak Deras dan Camat Gunung Kerinci.
“Jadi apa yang mau di cocokkan, objek pekara saja tidak ada” ungkapnya.
Ketiga, batas objek pekara melewati sungai, lantas apakah sungai bisa di eksekusi pencocokan? Katanya.
“Constatering melewati sungai, apa boleh” katanya.
Keempat, yang diperkarakan bukan lahan tambang, tapi objek tanah di Kelurahan Siulak Deras Mudik.
“Surat dari Camat dan Kades sudah jelas bahwa tidak ada Kelurahan Siulak Deras Mudik di wilayah Kecamatan Gunung Kerinci.
Kelima, lahan tambang yang ada di lokasi adalah atas nama PT. Kuarindo, sementara tambang Ramli Umar sudah tidak berlaku lagi, karena izin sudah habis.
Keenam, yang berpekara adalah antara Ramli Umar dan Irwandi, tidak ada hubungan dengan PT. Kuarindo.
PT. Kuarindo memiliki izin resmi dan jangan ada oknum yang menghalangi aktivitas pekerjaan di dalam kawasan PT. Kuarindo, jika ada yang menghalagi atau mengganggu PT. Kuarindo akan menyikapi secara hukum, sesuai aturan yang berlaku.
Ketujuh, pihak Pertanahan dan Pengadilan dalam Constatering seharusnya menghadirkan kedua belah pihak, agar jelas dimana titik batas tanah.
“Parahnya lagi sungai pun menjadi Constatering, anehkan?” ungkapnya.
Pesoalan izin Ramli Umar yang sudah habis kata Irawadi, itu benar, tapi yang diperkarakan bukan lokasi tambang, namun yang dipekarakan adalah tanah yang lokasi objek pekaranya juga tidak jelas berdasarkan hasil putusan pengadilan tinggi jambi yakni di lokasi Kelurahan Siulak Deras Mudik.
“Mana ada daerah di Kerinci yang namanya Kelurahan Siulak Deras Mudik” ungkapnya.
Terkait soal adanya katifitas tambang di lokasi, itu adalah lokasi PT. Kuarindo bukan Ramli Umar, PT. Kuarindo memiliki izin.
“Jadi pemahaman terhadap objek pekara ini harus dipahami utuh, jangan sampai gagal paham” ungkapnya. (red)