BEKABAR.ID, JAMBI - Salah seorang dokter spesialis ortopedi di RSUD Raden Mattaher Jambi terendus melakukan maladministrasi yang berpotensi menimbulkan sengketa medis. Kasus ini menimpa Kualam (59), warga Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, yang kini lumpuh total dan kehilangan harta benda serta pekerjaannya.
Kualam menceritakan bahwa insiden bermula pada 3 November 2023, saat ia terpeleset dan kakinya tertimpa motor. Awalnya, ia masih bisa beraktivitas meskipun merasakan nyeri di lututnya. Namun, karena rasa sakit terus berlanjut, ia memutuskan menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Bhayangkara. Dari sana, ia dirujuk ke RSUD Raden Mattaher untuk operasi dengan alasan peralatan yang lebih lengkap.
Pada 22 November 2024, Kualam menjalani rawat inap di RSUD. Seorang dokter spesialis ortopedi menyarankan operasi penggantian sendi lutut dengan alat tertentu yang harus dipesan dari Cina seharga Rp 35 juta. Biaya ini tidak ditanggung BPJS karena Kualam adalah peserta BPJS kelas 3.
Tiga Kali Operasi, Hasil Mengecewakan
Operasi pertama dilakukan pada 23 November 2024. Namun, selama delapan bulan perawatan, Kualam menjalani tiga kali operasi, termasuk pemasangan, pelepasan, dan pembersihan alat tersebut. Awalnya, alat itu membantu Kualam berdiri, tetapi kondisi kakinya semakin memburuk. "Terakhir, dokter menyarankan agar kaki saya dimatikan dan dijadikan seperti robot, tidak bisa dilipat," ujarnya lirih.
Biaya Melambung, Harta Habis Terjual
Istri Kualam, Susila Suliani (58), mengungkapkan bahwa total biaya pengobatan telah mencapai Rp 80 juta. Untuk membayar biaya tersebut, keluarga terpaksa menjual tanah dan harta benda lainnya. “Kami bukan orang kaya, semua harta sudah habis. Kami bahkan tak sanggup lagi melanjutkan pengobatan,” ujarnya dengan nada sedih.
Tuduhan Maladministrasi dan Dugaan Penyimpangan Biaya
Kasus ini menarik perhatian Ketua IDI Provinsi Jambi sekaligus Ketua BPRS Provinsi Jambi, Deden Sucahyana. Deden menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan audiensi dengan RSUD Raden Mattaher dan meminta rumah sakit bertanggung jawab atas peristiwa ini.
“Kami belum menemukan indikasi malpraktek, tetapi ada potensi sengketa medis. Investigasi sedang dilakukan terhadap rumah sakit, BPJS, dan dokter terkait,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Tarmizi, telah melayangkan dua somasi kepada pihak RSUD, tetapi belum mendapat tanggapan memuaskan. Jika tak ada respons, pihaknya berencana melanjutkan kasus ini ke jalur hukum.
Respons RSUD: Klaim Prosedur Sesuai Standar
Kasubag TU dan Humas RSUD Raden Mattaher, Joni, membenarkan adanya pengaduan tersebut. Ia mengklaim bahwa prosedur rumah sakit telah sesuai standar, namun biaya tambahan yang diminta adalah tindakan individual oleh oknum dokter. "Pasien BPJS kelas 3 tidak boleh diminta uang, itu sudah aturannya. Kalau terbukti, akan ada sanksi bagi pelaku," tegasnya.
Korban Menanti Keadilan
Hingga kini, Kualam dan keluarganya masih berharap ada penyelesaian atas kasus ini. Kondisi Kualam yang semakin memburuk membuatnya hanya bisa berdiam diri di rumah tanpa pekerjaan. "Kami hanya ingin keadilan, tidak lebih," ujar Susila dengan nada penuh harap.
Kasus ini mencerminkan pentingnya pengawasan ketat terhadap pelayanan medis di rumah sakit, terutama dalam memastikan hak-hak pasien BPJS terpenuhi dan menghindari penyimpangan oleh oknum.
Editor: Sebri Asdian