Strategi Pengajaran untuk Siswa ABK Tuna Netra di Masa Pendemi

Strategi Pengajaran untuk Siswa ABK Tuna Netra di Masa Pendemi

Oleh:

Reva Adinda

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris SPs UHAMKA

 NIM 2009067004

Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga  negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Tidak ada  batasan bagi siapa saja yang ingin mengenyam pendidikan termasuk penyandang disabilitas.

Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2016 penyandang disabilitas adalah seseorang yang mengalami hambatan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Tuna netra adalah seseorang yang mengalami  hambtan fisik sensorik, yakni terhambatnya penglihatan.

Semenjak pandemi masuk ke Indonesia, seluruh proses pembelajaran berganti ke elektornik dengan berbasis teknologi. Seluruh ruang kelas di transfer di dalam jaringan,  seperti zoom, googlr meet, clasroom, dll.

Apabila kita perhatikan lebih dalam, semuanya menggunakan visual ,yang mana  sisiwa berada dalam layar, dan hanya menggunakan  media penglihatan (visual) dan audio (pendengaran). Bahkan tidak bisa untuk disentuh atau tercium aroma. Begitu juga dengan guru yang menerangkan pelajaran dengan menampilkan presentasi  slide powerpoint, gambar, dll. 

Ternyata hal ini masih banyak terkendala dengan  siswa, guru dan orang tua normal pada umumnya. Lalu bagaimana dengan siswa atau guru yang mengalami penghambatan penglihatan atau disebut  dengan disabilitas tuna netra? Bagaimana proses pembelajarannya dan apa strategi yang bisa di gunakan untuk  terpenuhi hak belajar penyandang disabilitas tuna netra  dalam rangka menyambut era teknologi?

Sebagaimana yang kita ketahui, siswa tuna netra mendapatkan informasi dominan dengan pendegaran dan perabaan. Oleh karena itu dalam memberikan informasi dengan siswa penyandang disabiltas tuna netra, yakni dengan  suara yang lantang jelas dan memberikan  sentuhan untuk mengenal sesuatu.

Seperti jika guru ingin mengenalkan  bentuk kubus, maka siswa dipanggil untuk merespon kemudian guru telah memiliki bentuk miniatur kubus dan siswa tuna netra diminta untuk menyentuh dan memberitahukan ini adalah kubus atau dengan metode lain guru memberikan deskripsi yang jelas, seperti kubus adalah kotak yang memiliki 6 sisi dengan sama besar. 

Jika kita perhatikan, cara di atas merupakan proses pembelajaran kovensional  yang berada di kelas dan menghadirkan siswa dan guru. Di era pandemi saat ini, siswa dan guru tidak diperbolehkan untuk bertemu tatap muka, serta di perkuatkan untuk belajar di dalam ruang jaringan.

Tentu saja ini sangat menyulitkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Itu merupakan kecemasan yang sekarang ini tidak harus dijadikan kekuatiran lagi. Dalam dunia tuna netra, aplikasi talkback merupakan teknologi baru untuk  mengaktifasikan handphone dan leptop untuk bisa berbicara sehingga tuna netra bisa menggunakan hp layaknya seperti orang awas atau normal pada umumnya. Ia akan mengucapkan apa yang disentuh sesuai dengan apa yang diinginkan dan ini sangat membantu untuk  proses pembelajaran.

Tidak hanya sebatas itu, untuk penggunaan  teknologi  haruslah memberikan cara yang sesuai pula dengan kebutuhan. Ada beberapa strategi yang menjadi komponen penting dalam memberikan pengajaran terhadap tuna netra di dalam jaringan, yakni:

  1. Lebih memfokuskan audio yang lebih baik, sehingga suara terdengar dengan jelas.
  2. Guru harus menyiapkan peralatan yang mendukung audio dengan baik seperti penggunaan mic atau sound systemyang bagus sehingga suara yang diperdengarkan jelas sehingga siswa tuna netra lebih fokus mendegarkan pembelajaran.
  3. Siswa harus memahami penggunaan internet dan aplikasi pembelajaran. Tentu saja para penyandang disabilitas netra sudah bisa menggunakan hp atau leptop yang bersuara. Peran guru yakni  memberikan  cara penggunaan aplikasi pengajaran seperti zoom, google meet, google classroom, dll terhadap siswa terlebih dahulu sehingga nantinya pembelajaran  bisa  bejalan dengan lancar.
  4. Pengawasan oleh orang tua atau pendamping. Orang tua dan pendamping harus  senantiasa mendampingi dan mendukung proses pembelajaran anaknya yang berkebutuhan khusus tuna netra dalam  proses pembelajaran. Sehingga  ketika ada hal yang di luar kemampuan pendengaran yang mewajibkan untuk peran visual.
  5. Peran pemerintah dalam  memfasilitasi  bantuan  operasional terhadap penyandang disabilitas, seperti hp yang memadai atau bantuan leptop untuk  disabilitas tuna netra. Sehinga  dalam proses memberikan pembelajaran siswa sudah tidak mengeluh akan  keterbatasan  sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pandemi memang mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia dalam segi pembelajaran serta dobrakan teknologi yang masuk secara pesat mengharuskan kepada setiap elemen masyarakat untuk  dapat menggunakan teknologi.

Di sampingg itu, pendidikan harus berjalan untuk  masyarakat Indonesia dan tidak tertutup kemungkinan untuk penyandang disabilitas netra. Guru memiliki peran penting khusunya bagi siswa ABK tuna netra dalam memberikan strategi pembelajaran sehingga siswa tuna netra memiliki semangat dalam proses pembelajaran serta dapat mengembangkan pengetahuan dengan teknologi yang di bantu dengan talkback/screen reader. Hal inipun tidak terlepas dari perhatian orang tua atau pendamping serta peran pemerintah di dalamnya.