Penulis:
Monadi Murasman
Calon Bupati Kerinci Periode 2024-2029
Cuaca hari itu terasa sangat bersahabat. Usai melaksanakan shalat Jumat di Desa Pungut, di mana saya menghadiri acara syukuran seorang anggota DPRD Kerinci, saya dan istri tercinta, Novra Wenti, dengan hati penuh semangat dan niat tulus mempersiapkan diri menuju Desa Renah Pemetik. Desa yang dijuluki sebagai "Surga Tersembunyi Para Petani" di ujung Barat Provinsi Jambi ini sudah lama memikat hati kami berdua.
Desa Renah Pemetik merupakan desa yang hampir 100 persen penduduknya adalah petani. Mereka menanam berbagai komoditas seperti kulit manis, kopi, kentang, dan sayur-sayuran lainnya. Terletak di perbatasan antara Kecamatan Siulak Mukai dan Kecamatan Air Hangat Timur, Kerinci, tempat ini memang memiliki potensi besar. Namun, akses menuju desa tersebut sangat sulit karena jalan yang terjal dan rusak parah sudah hampir 10 tahun tidak diperbaiki.
Kami pun memutuskan menggunakan motor trail untuk menuju ke Renah Pemetik, bersama rombongan lainnya. Perjalanan dimulai dari Desa Pungut, menempuh jalan yang penuh tantangan menuju desa yang terletak di antara Sungai Kuning, Lubuk Tabun, dan Pasir Jaya, dikelilingi oleh hutan produksi yang membentang di bawah perlindungan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Sepanjang perjalanan, saya merasakan adrenalin yang mengalir deras. Jalanan yang berbatu, curam, dan berlumpur menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan penuh semangat, kami terus melaju, tidak hanya demi petualangan tetapi juga untuk bisa mendengarkan langsung keluhan para petani di sana. Sementara istri saya, Novra Wenti, yang ikut serta dalam perjalanan ini, terlihat tak kalah bersemangat. Kami berdua bersepakat bahwa perjalanan ini bukan hanya soal jarak, tapi soal tekad untuk mendengarkan suara-suara mereka yang kerap terpinggirkan.
Tidak jauh dari desa, kami sempat bertemu dengan beberapa petani yang sedang mengangkut hasil panen mereka. Dengan mata yang penuh harapan, mereka bercerita tentang bagaimana sulitnya membawa hasil panen melalui jalan yang rusak. Beberapa petani bahkan terpaksa memodifikasi kendaraan mereka agar bisa menembus medan yang berat. “Kalau hujan, jalan ini berubah jadi lumpur. Kadang kami harus memotong hasil panen hingga Rp 1.000 per kilogram hanya untuk biaya angkut,” ujar salah satu petani dengan nada getir.
Mendengar cerita mereka, hati kami terasa tersentuh. Betapa besar pengorbanan mereka untuk bisa bertahan hidup di tengah kondisi yang serba terbatas. Dengan jalan yang layak, hasil panen mereka bisa dibawa ke pasar dalam waktu 30 menit. Namun, dengan kondisi seperti sekarang, waktu tempuh bisa mencapai tiga jam, bahkan lebih jika musim hujan tiba.
Saat kami akhirnya tiba di Renah Pemetik, sambutan hangat dari warga tiga desa – Sungai Kuning, Lubuk Tabun, dan Pasir Jaya – membuat kami merasa sangat dihargai. Mereka menyiapkan berbagai acara mulai dari rebana, karaoke bersama, hingga tari-tarian khas daerah. Saya dan istri merasa seperti di rumah sendiri, di tengah-tengah masyarakat yang menyambut dengan penuh antusiasme.
Malam itu, cuaca Kerinci yang dikenal sejuk terasa semakin menusuk ketika suhu menurun tajam. Namun, semangat warga yang berkumpul untuk berdialog dan mendengarkan visi misi yang ingin kami sampaikan, seolah menghangatkan suasana. Dengan darah yang membara, saya merasakan energi yang luar biasa untuk bisa berdiskusi langsung dengan mereka.
Di hadapan ratusan warga yang hampir semuanya adalah petani, saya mengatakan akan mendengarkan setiap keluhan mereka dan bersama-sama kita akan mencari solusi. Saya mengatakan bahwa petani adalah fondasi utama perekonomian kita. Kita akan bekerja tangan demi tangan, bahu membahu, untuk memastikan bahwa pertanian Kerinci tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang.
Saya menegaskan bahwa bersama pak Murison, kami membawa misi besar untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di Kerinci. Dengan jargon "Pejuang Petani dan Petani Pejuang", kami akan memastikan bahwa program-program kami berpihak kepada para petani. Akses jalan yang layak, infrastruktur yang memadai, dan harga komoditas yang adil adalah beberapa hal yang akan menjadi fokus utama kami.
Perjalanan ini bukan sekadar ngetrail menembus jalan-jalan terjal. Ini adalah perjalanan hati, mendengarkan suara mereka yang selama ini terabaikan. Dengan penuh keyakinan, saya mengajak masyarakat untuk bersatu dalam perjuangan ini. Mari kita berjuang bersama untuk menjadikan Kerinci lebih sejahtera dengan mencoblos nomor 03, Monadi-Murison.
Ini bukan akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang untuk Kerinci berkemajuan.