Asal Usul Kata Air Mata Buaya, Nyatanya Bukan Cuma Kiasan

Asal Usul Kata Air Mata Buaya, Nyatanya Bukan Cuma Kiasan

Detik-detik buaya serang dan banting biawak Foto: William Ko/Facebook Nature Society

Pernahkah kamu mendengar kiasan “Air Mata Buaya?" Kalimat ini sarat dan melekat dengan tangis palsu seseorang. Alih-alih menangis karena sedih, melainkan tangis palsu penuh kepura-puraan dengan maksud dan tujuan lain, bahkan mengarah pada kejahatan.


Ungkapan air mata buaya ini berasal dari mitos kuno yang mengatakan bahwa, hewan biasanya menangis saat memakan buruannya. Pasalnya, tangisan itu ditujukan bukan untuk si mangsa yang tewas tertikam, namun salah satu bentuk dari rasa bahagia karena bisa mengoyak tubuh korbannya.


Kini, seorang peneliti di University of Florida bernama Kent Vliet, menyimpulkan bahwa buaya benar-benar menangis saat menyantap mangsanya, tapi bukan menyesal karena membunuhnya dengan kejam, melainkan karena alasan fisiologis.


Kesimpulan itu didapat setelah Kent mengamati empat ekor caiman dan tiga aligator yang keduanya merupakan kerabat dekat buaya, saat mereka makan di lahan kering di Florida’s St. Augustine Alligator Farm Zoological Park. Hasilnya, lima dari tujuh hewan menangis saat mereka melahap korbannya.


“Ada banyak referensi dalam literature umum tentang buaya yang diberi makan dan menangis, tapi hampir seluruh teori bersifat anekdot,” kata Viet. “Dan dari perspektif biologis, ada sedikit kebingungan tentang subjek dalam literatur ilmiah, jadi kami memutuskan untuk melihat lebih dekat.”


Penelitian Kent bermula saat ia diminta bantuan oleh Dr. Malcolm Shaner, seorang konsultan neurologi di Kaiser Permanente, West Los Angeles, untuk menyelidiki apakah istilah umum kedokteran dari sindrom air mata buaya memiliki dasar dalam biologis. 

Shaner sendiri tengah melakukan studi menyelidiki sindrom langka terkait kelumpuhan wajah pada manusia yang menyebabkan penderitanya menangis saat makan.

Shaner dan Kent menemukan banyak referensi tentang air mata buaya dalam buku-buku yang diterbitkan ratusan tahun lalu. Menurut mereka, istilah air mata buaya mendapat  popularitasnya saat buku berjudul “The Voyage and Travel of Sir John Mandeville” diterbitkan pada tahun 1400 dan dibaca oleh banyak orang.


Dalam buku itu tertulis sebuah kalimat: “Di negara itu jadilah banyak buaya… Buaya ini membunuh manusia dan memakannya sambil menangis”. Shaner dan Kent juga menemukan referensi tentang buaya yang menangis dalam literatur ilmiah, namun penjelasannya terkesan kontradiktif atau membingungkan.


Alhasil, Kent memutuskan untuk melakukan observasi sendiri. Kent memberi makan caiman dan aligator. Pilihannya jatuh kepada dua reptil ini karena mereka berdua masih berkerabat dekat dengan buaya. Hasilnya, beberapa dari mereka memang menangis saat mengonsumsi makanan.

Apa yang menyebabkan mereka menangis masih menjadi misteri. Kent yakin bahwa itu mungkin terjadi sebagai akibat dari perilaku hewan mendesis, ketika udara yang didorong melalui sinus bercampur dengan air mata di lakrimal atau kelenjar air yang mengalir ke mata.

“Namun satu hal yang pasti, kesedihan palsu bukanlah faktor penyebabnya. Saat buaya memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya, mereka bersungguh-sungguh (tanpa keraguan),” katanya sebagaimana dikutip Sciencedaily.

Sumber: kumparan.com