Sstt, Komisioner Bawaslu Tanjab Barat Disinyalir Manipulasi Surat Pembebasan Dosen

Sstt, Komisioner Bawaslu Tanjab Barat Disinyalir Manipulasi Surat Pembebasan Dosen

BEKABAR.ID, TANJABBAR - Kasus dugaan oknum Komisioner Bawaslu Tanjab Barat yang merangkap jabatan sebagai dosen aktif di salah satu Perguruan tinggi kian memanas. Bahkan, yang bersangkutan juga disinyalir memanipulasi dokumen surat pernyataan pembebasan sementara mengajar sebagai dosen. 

Data dihimpun, terdapat dua surat pengajuan dan pembebasan sementara mengajar sebagai dosen ternyata memiliki perbedaan tahun pembuatan yakni pada surat pengajuan pembebasan sementara mengajar sebagai dosen kuala tungkal 29 Agustus 2018 dan surat keputusan pembebasan sementara mengajar sebagai dosen di YPAS An - Nadwah kuala tungkal dengan nomor surat 08 / PT / YPAS - AN / VIII / 2017 ditetapkan kuala Tungkal 28 Agustus 2017.

Sementara, pada situs akun resmi Pangkalan Data Perguruan tinggi (https://pddikti.kemdikbud.go.id/), yang bersangkutan tercatat masih aktif sebagai dosen terakhir riwayat mengajar di tahun 2022 silam.

Terkait Tentang Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDDIKTI) Salah Satu Dosen Aktif yang enggan disebut nama nya menjelaskan bahwa PDdikti akun resmi Dapat di akses semua orang. 

"Akun resmi PDdikti merupakan data Pangkalan data Perguruan tinggi yang dapat di akses semua orang , jadi data yang di dalam benarĀ² valid PDdikti lansung, dan tidak bisa sedikitpun dirubah data yang ada didalam akun resmi PDdikti," ujar sumber yang enggan disebut namanya. 

Lebih lanjut menjelaskan bahwa tentang Pangkalan data Perguruan tinggi PDdikti. 

"PDdikti itu valid karena wajin di perbarui setiap semester gunanya untuk mengetahui dosen tersebut masih aktif atau tidak aktif lagi di sebuah universitas," tutupnya.

Rangkap Jabatan, bertentangan dengan Pasal 117 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan penyelenggara pemilu harus mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.

Selain itu yang bersangkutan juga diduga telah melanggar Pasal 134 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 karena telah merangkap jabatan.(*)