Warga Kerinci Sesalkan Dampak Lingkungan Dari 27 Titik Galian C Ilegal

Warga Kerinci Sesalkan Dampak Lingkungan Dari 27 Titik Galian C Ilegal

BEKABAR.ID, KERINCI - Maraknya galian C illegal di Kabupaten Kerinci diduga berdampak pada rusaknya lingkungan. Dari data yang didapatkan, terdapat 29 titik tambang galian C di Kerinci.

Dari 29 titik tersebut, diketahui 27 lokasi Galain C yang ilegal alias tidak mengantongi izin. Sementara, pihak penegak hukum Polres Kerinci terkedan tutup mata dengan adanya galian C ilegal yang ada di Kabupaten Kerinci.

Kritikan dan kekesalan warga Kerinci terhadap para pelaku penambang ini, sudah berkali-kali mereka suarakan. Namun para penambang tersebut tetap saja beroperasi. Keresahan warga terhadap aktivitas penambangan alam yang beroperasi dibeberapa titik di Kerinci sebenarnya sudah menjadi masalah klasik, bahkan tak sedikit banjir bandang menerjang pemukiman warga.

Selain itu terjadi pendangkalan sungai Batang Merao. Aliran sungai yang sebelumnya bersih, kini menjadi menguning dan keruh akibat aktivitas penambangan tersebut.

Perihatin dengan keadaan Kerinci yang semakin memburuk, Aliansi Bumi Kerinci melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Kerinci dan pihak terkait seperti Asisten, Dinas Lingkungn Hidup, Kesbangpol, Bagian Hukum, Pol PP dikantor Bupati, Kamis (18/03/2021).

"Kita bisa lihat, air sungai yang sebelumnya bisa dimanfaatkan warga yang tinggal disepanjang aliran Sungai Batang Merao, dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, kini tak bisa digunakan lagi, " kata Dody warga Kerinci.

Sebab menurut UU 4 Tahun 2009 Kewenangan Penertiban Galian C bukan berada di Kabupaten Kota, tapi berada di Provinsi.  Sementara itu UU Nomor 23 tahun 2020 kewenangan Pertambangan Galian C itu berada di Pusat. Ada dua point hasil dari audiensi tersebut, pertama untuk melakukan penertiban galian C Illegal Pemerintah harus melakukan audiensi Dengan Gubernur Jambi, dan Audiensi dengan Kapolres Kerinci. 

Namun anehnya UU Nomor 3 tahun 2020 belum ada keluar Peraturan pemerintah, sehingga penerapan UU belum bisa dilaksanakan. 

Pada poin 1. Dengan berlakuknya UU nomor 3 tahun 2020, pelaksanaan kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara oleh pemerintah Provinsi yang telah dilaksanakan berdasarkan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara dan UU lain yang mengetur kewenangan pemerintah Daerah di bidang Pertambangan mineral dan Batubara tetap berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal 10 Juni 2020, atau sampai diterbitkannya peraturan pelaksana UU tersebut. Bukan hanya sampai di situ, dalam Surat dari Dirjen Minerba nomor : 742/30.01/DJB/2020 perihal Penundaan Penertiban Perizinan Baru dibidang Pertambangan Mineral dan Batubara tanggal 18 Juni 2020 yang ditujukan kepada seluruh Gubernur di Indonesia. 

“Kondisi aturan perundangan seperti ini harus menjadi fokus perhatian, pemerintah daerah Kerinci secara moral harus memikirkan jalan keluar agar bisa melakukan penertiban tambang ilegal, 27 tambang galian C ilegal harus ditertibkan” ungkap Dodi Indra Sekretaris Aliansi Bumi Kerinci. 

Pada poin dua disebutkan dalam jangka waktu pelaksanaan kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara, seperti pada poin satu, gubernur tidak dapat menerbitkan Izin yang baru sebagaimana diatur dalam UU nomor 4 tahun 2009. 

Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Kerinci Askar Jaya dalam Audiensi mengatakan, bahwa kewenangan terkait penertiban maupun perizinan galian C itu wewenangnya dinas Lingkungan Hidup provinsi.

"Kewenangan untuk menghentikan maupun perizinan ada di Provinsi atau pihak keamanan, karena bidang pertambangan diatur oleh UU, pihak Lingkungan Hidup Kabupaten Kerinci hanya bisa melakukan pembinaan, pengawasan SDA dan lingkungan yang menjadi kewenangan Kabupaten Dengan instrumen SPPL, RPL, RKL dan AMDAL terlibat di dalamnya" kata Askar di hadapan forum audiensi. (*)