BEKABAR.ID, TANJABBARAT - Dugaan maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin lengkap di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjab Barat) kembali menjadi perbincangan. Dari total puluhan perusahaan yang mengeruk sumber daya alam daerah ini, hanya segelintir yang benar-benar mengantongi dokumen legal sesuai aturan.
Data resmi yang dihimpun dari Pemerintah Kabupaten Tanjab Barat mengungkapkan fakta mengejutkan. Dari 33 perusahaan tambang yang tercatat, kini hanya 32 yang masih aktif, karena satu perusahaan habis masa izinnya. Namun yang lebih mengkhawatirkan, dari 32 perusahaan tersebut, baru 17 yang memiliki izin operasi produksi.
Lebih jauh lagi, hanya 6 perusahaan yang sudah mendapat persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) hingga Juni 2025.
Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Daerah Tanjab Barat Suparti, membenarkan kondisi ini. “Yang sudah dapat persetujuan RKAB, setahu saya sampai Juni 2025, baru 6 perusahaan,” tegasnya, Senin (22/9).
Minimnya perusahaan yang patuh terhadap regulasi memunculkan sederet pertanyaan serius, bagaimana dengan puluhan perusahaan lainnya yang masih beroperasi tanpa RKAB? Apakah mereka tetap dibiarkan menambang meski belum memenuhi kewajiban administratif yang jelas-jelas diatur dalam regulasi?
Praktik tambang tanpa izin lengkap bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga mengancam keselamatan lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. Galian C dan kuari yang dikerjakan secara serampangan berpotensi menimbulkan bencana ekologis, kerusakan jalan, banjir, hingga degradasi lahan produktif.
Kondisi ini sekaligus menyingkap lemahnya fungsi pengawasan. Pemerintah Provinsi Jambi yang memegang kewenangan penuh dalam sektor pertambangan kini dituntut untuk turun tangan lebih tegas.
Tanpa langkah kongkrit, bukan tidak mungkin Tanjabbar akan menjadi contoh buruk tata kelola sumber daya alam yang carut-marut di mana keuntungan hanya dinikmati segelintir pihak, sementara kerusakan ditanggung masyarakat luas.
Editor: Sebri Asdian