Demi Pungut Fee 40 Persen dari Ganti Rugi Tanah untuk Jalan Tol, Kades Teluk Pangkah Disinyalir Interpensi Warga

Demi Pungut Fee 40 Persen dari Ganti Rugi Tanah untuk Jalan Tol, Kades Teluk Pangkah Disinyalir Interpensi Warga

Intervensi ilustrasi / IST

BEKABAR.ID, TANJABBARAT - Kepala Desa (Kades) Teluk Pengkah Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjab Barat diduga mengitervensi warga untuk menandatangani kesepakatan ganti kerugian lahan untuk pembangunan jalur tol Jambi-Rengat II.

Hal itu terkuak dari pengakuan beberapa warga yang diminta menandatangani surat kesepakatan untuk membayar fee sebesar 40 persen kepada salah satu kelompok tani di wilayah tersebut.

Terkait hal ini, Anggota DPRD Tanjab Barat Dapil IV, Sutejo angkat bicara. Politisi Partai Gerindra itu menduga ada oknum yang bermain dibalik masalah tersebut.

Menurut Tejo, regulasi dari Pemerintah sudah jelas, ini program pemerintah dan jika ada oknum yang minta fee hingga 40 % sepanjang warga di rugikan jangan dicairkan.

"Kan tidak ada regulasi sprti itu (Fee 40 persen, red) kasihan masyarakat apa lagi mayoritas yang kena jalur Tol itu tanaman sawit, harga TBS sekarang sudah cukup tinggi dan ganti rugi harus sesuai supaya warga bisa utuk beli kebun dilokasi yang lain," jelas Tejo.

Terkait surat kesepakan fee 40 persen yang tidak disepakti oleh anggota kelompok tani, Tejo mengapresiasi warga yang belum menandatangani karena merasa dirugikan. "Yang jadi keberatan masyarakat ada pada poin satu (Fee 40 persen,red) pada surat kesepakatan,  itu yang saya dengar," ungkapnya.

Bahkan Tejo menduga ada okjum yang bermain, karena jelas sudah menyalahi regulasi. "Sara saya agar kembali duduk bersama untuk mencari solusi yang terbaik, agar sama-sama enak atau tidak ada masyarakat yang dirugikan," tandasnya.

DIberitakan sebelumnya, musyawarah ganti rugi pengadaan tanah Jalan Tol jambi-rengat ll desa teluk pengkah dan pelabuhan Dagang, Kabupaten Tanjabbarat 2021 sudah sampai di Desa Teluk Pengkah, Kecamatan Tebing Tinggi dan bahkan telah di Musyawarahkan di balai desa setempat, Rabu  (17/11/21). 

Seperti diketahui, Desa Teluk Pengkah ini merupakan salah satu Desa di Kabupaten Tanjabbarat terkena jalur pembangunan tol.

Pada dasarnya warga yang tanahnya terkena pembangunan tol ini menyambut baik dan respon positif bahkan mendukung penuh program pemerintah pusat tersebut. Namun sayangnya terkadang niat baik program pemerintah ini selalu saja dijadikan segelintir oknum tertentu untuk mencari kesempatan dalam kesempitan, sehingga program baik pemerintah ini ternodai karena ulah oknum dan membuat warga kecewa.

Seperti yang terjadi di Desa Teluk Pengkah ini bedasarkan infomasi dan data yang di himpun dilapangan, beberapa warga yang  tanah atau lahannya terkena pembangunan tol merasa sangat kecewa dan keberatan  dengan  kesepakatan yang di buat oleh oknum-oknum yang memiliki kewenangan terhadap proses ganti rugi tol. Warga dikenakan pemotongan sebanyak 40 Persen dari nilai uang ganti rugi, ironisnya lagi pernyataan fee 40 persen tersebut terang-terangan dibuat melalui surat yang dibuat oleh oknum ini.

Hal itu terkuak dari pengakuan beberapa warga yang diminta menandatangani surat kesepakatan dari para petani untuk membayar fee sebesar 40 persen kepada salah satu kelompok tani di wilayah tersebut. Ancamannya, jika petani kebun yang lahannya terkena jalur tol tidak menandatangani surat kesepakatan fee tersebut maka pemerintah Desa tidak menandatangani saporadik milik petani.

Hal itu dibeberkan beberapa orang petani saat ditemui media, Rabu (17/11/2021) di aula kantor Desa Teluk Pengkah.

"Dengan cara seperti jelas kami tidak setuju, karena bukan hanya soal harga yang belum sesuai tapi juga ada embel-embel fee yang harus kami bayar ke kelompok tani sebesar 40 persen," beber warga yang enggan namanya disebut.

Menurutnya, sangat jelas ada permainan antara pihak desa dan ketua kelompok tani, karena jika petani tidak menandatangani surat kesepakatan fee maka tidak di ACC saporadiknya. "Kalau benar-benar memikirkan nasib masyarakat bukan begini caranya, jika benar kades tidak tau soal fee kenapa dikaitkan dengan penandatanganan saporadik," bebernya.

Diungkapkannya, pada saat pertemuan tahap pertama antara pihak BPN Provinsi Jambi dan petani Desa Teluk Pengkah ada dua orang warga secara tegas menolak. "Kami menolak proses yang dilakukan hari ini, karna jelas sekali cara seperti ini tidak benar, yang dibahas hanya harga permeter lahan sedangkan tanam tumbuh kami yang mayoritas terdiri dari sawit dan pinang yang sudah berhasil tidak dihitung," ujar Warga.

"Faktanya kan beda, yang menyatakan setuju hari ini itu karena seluruh saporadik aslinya ada di desa, bukan dipegang si pemilik lahan, artinya jika tidak setuju bisa saja surat tanah mereka tidak dibagi," ungkapnya menambahkan.

Sebagai petani, lanjutnya, ia merasa sangat dirugikan dengan sistem ganti rugi seperti ini dan berharap suaranya didengar oleh pemerintah kabupaten Tanjab Barat. "Kami siap mendukung pemerintah dalam percepatan program tol  tersebut, tapi juga jangan dirampas apa yang menjadi hak kami," tuturnya.

Sayangnya pernyataan kepala desa berbanding terbalik dengan keterangan yang di sampaikan para petani. Menurut para petani semua warga yang setuju hari ini itu karena ada interpensi. Namun Kepala Desa (Kades) Teluk Pengkah Tamrin saat dikonfirmasi berdalih terkait keluhan yang disampaikan para petani soal adanya fee 40 persen yang harus dikeluarkan petani. "Kalau itu saya tidak tau, yang saya dengar itu adalah permintaan dari pengurus kelompok tani gunanya untuk dibagikan kepada beberapa orang anggota yang tidak dapat lahan termasuk saya," imbuh Kades.

Dia juga menjelaskan, pihak desa hanya bisa menghimbau supaya persoalan ganti rugi lahan tersebut cepat selesai. "Sehingga program pemerintah untuk membangun jalan tol Jambi Rengat cepat terlaksana," katanya.

Pihak BPN Provinsi Jambi, Supriadi yang juga hadir di pertemuan tersebut menjelaskan, semua proses sudah dijalankan sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku. "Semua sudah sesuai dengan aturan dan undang-undang, jika ada persoalan itu diluar ranahnya BPN," jelasnya.

Dia juga menerangkan, pertemuan pertama ini untuk menghitung luas lahan perorangan serta ganti rugi berupa uang yang di sepakati warga permeternya. "Jika pertemuan pertama ini sudah di sepakati maka akan dilanjutkan ketahap selanjut nya yaitu pembuatan rekening untuk pencairan dananya," terangnya.

Saat ditanya bagaimana terkait adanya warga yang tidak setuju dengan sistim ganti rugi yang dibicarakan hari ini. "Warga bisa membawa persoalan ini ke pengadilan, yang pasti jika suatu kelompok atau koperasi masih ada persoalan maka kami tidak akan mencairkan dana tersebut, beda halnya yang lahan perorangan bisa langsung di cairkan," pungkasnya. (seb)