Polemik Stadion Swarna Bhumi Jambi Kian Panas, Waka DPRD Provinsi Jambi Desak Komisi III Turun Investigasi

Polemik Stadion Swarna Bhumi Jambi Kian Panas, Waka DPRD Provinsi Jambi Desak Komisi III Turun Investigasi

BEKABAR.ID, JAMBI – Polemik pembangunan Stadion Swarna Bhumi Jambi kian panas. Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Samsul Riduan, mendesak Komisi III DPRD Provinsi Jambi segera turun langsung ke lapangan untuk menginvestigasi proyek yang disebut-sebut sarat kejanggalan itu.

Menurutnya, anggaran yang digelontorkan untuk stadion megah tersebut tidak boleh hanya menjadi angka di atas kertas tanpa hasil nyata di lapangan. “Komisi III harus turun ke lokasi pembangunan Stadion Swarna Bhumi Jambi untuk investigasi, mengecek kondisi dan melihat hasil anggaran yang telah dikucurkan, termasuk soal polemik item-item stadion yang selama ini santer dipersoalkan,” tegas Samsul beberapa waktu lalu.

Ia menekankan bahwa DPRD memiliki kewajiban untuk memastikan penggunaan anggaran sesuai peruntukan. “Sesuai atau tidak anggaran itu dengan pembangunan yang ada di stadion? Itu harus jelas. Terus manfaat pembangunannya seperti apa, jangan sampai hanya jadi proyek mercusuar tanpa faedah nyata bagi masyarakat,” ujarnya tajam.

Samsul juga menyoroti adanya aspirasi masyarakat terkait tambahan skema multiyears dan megaproyek lain yang dianggap janggal. “Kami akan meninjau, mengevaluasi megaproyek yang mungkin tidak sesuai dengan peruntukannya. Aspirasi-aspirasi seperti itu sudah menjadi catatan khusus bagi saya, baik yang disuarakan melalui aksi maupun dari media,” katanya.

Politisi PDIP ini menegaskan, fraksinya tidak akan menutup mata. “Fraksi PDIP sendiri akan mencermati persoalan ini, dan akan terus mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Kami akan turun segera, dan segera komunikasikan dengan dewan-dewan lain,” tandasnya.

Sebelumnya, proyek Stadion Jambi Swarna Bhumi kembali jadi sorotan. Penelusuran bekabar.id, ditemukan item pekerjaan urugan tanah biasa (dari sumber galian) senilai Rp24.189.027.420. Angka itu berasal dari volume timbunan 220.904,36 m³ dengan harga satuan Rp109.500/m³.

Pekerjaan multiyears yang digarap PT Sinar Cerah Sempurna ini berlangsung pada Tahun Anggaran 2022 sampai dengan 2024 dengan nilai kontrak total Rp244 miliar. Nilai timbunan hampir 10 persen dari total kontrak, memantik pertanyaan, sebesar apa kebutuhan elevasi tapak sehingga menuntut urugan ratusan ribu meter kubik? Sejauh mana jarak angkut (haul distance) material galian? Apakah spesifikasi pemadatan hingga pengujian laboratorium–lapangan (Proctor, sand cone, kadar air) benar-benar terpenuhi?

Di proyek infrastruktur, urugan tanah bukan sekadar memindahkan tanah. Biaya biasanya dipengaruhi: sumber material (legalitas lokasi galian), jarak angkut, metode pemadatan, dan hasil uji kepadatan minimal (umumnya ?95% MDD) agar fondasi lapangan dan struktur penunjang stabil. Tanpa transparansi atas aspek-aspek ini, publik sulit menilai kewajaran biaya.

Titik Kritis yang Perlu Dijelaskan Pemerintah/PPK

Metode pengukuran volume: cross-section (cut & fill) atau perhitungan berbasis ritase? Bukti ukur mana yang dipakai saat pembayaran termin?

Sumber material & perizinan: koordinat lokasi galian, izin tambang/galian C, dokumen lingkungan, dan rute angkut untuk meminimalkan dampak debu–kemacetan.

Spesifikasi & mutu: standar kepadatan, hasil uji sand cone per lot, pengendalian kadar air, dan catatan rework jika ada titik gagal uji.

Kontrol biaya: apakah harga satuan sudah memasukkan faktor jarak angkut, penyusutan (shrinkage/swelling), serta mobilisasi demobilisasi alat berat?

As-built & pembandingan: peta elevasi awal vs akhir (topografi), sehingga publik dapat melihat kebutuhan urugan secara objektif.

Seruan Aktivis: “Jangan Tutup Mata pada Item Rp24 Miliar”

Aktivis Jambi Askar Putra meminta masyarakat dan lembaga pengawas turun aktif mengawal proyek ini. “Nilai timbunannya saja Rp24 miliar itu bukan angka kecil. Saya mengajak warga Jambi, DPRD, BPK, hingga aparat penegak hukum melakukan audit teknis terbuka: tampilkan Bill of Quantity, as-built drawing, lokasi galian, jarak angkut, dan hasil uji kepadatan per segmen. Transparansi ini wajib agar biaya dan kualitas seimbang,” tegas Askar.

Askar menambahkan, pengelolaan urugan tanah menentukan umur stadion:

“Kalau pemadatan tidak tercapai, permukaan bisa ambles, retak, bahkan mengganggu struktur lintasan dan tribun. Kita tidak ingin proyek bernilai ratusan miliar berubah jadi beban pemeliharaan jangka panjang," bebernya.

Ia juga mendorong dashboard kemajuan proyek yang bisa dipantau publik: progres fisik–keuangan, daftar perubahan (VO/CCO), dan dokumentasi uji mutu.

“Publik berhak tahu setiap rupiah yang dibelanjakan. Proyek sebesar ini harus jadi etalase akuntabilitas, bukan menambah daftar tanya," ucapnya.

Editor: Sebri Asdian