BEKABAR.ID, KERINCI - Di balik sunyinya hamparan sawah dan rimbunnya pepohonan di Desa Koto Tengah Trans Sungai Beremas, Kabupaten Kerinci, ada cahaya yang pelan-pelan menembus gelapnya keterbatasan.
Cahaya itu datang bukan dari lampu-lampu kota, tapi dari hati tulus seorang penyuluh agama Islam bernama Suci yang mengabdikan dirinya untuk satu misi mulia, membumikan literasi Al-Qur’an di desa pinggiran.
Suci memulai langkahnya dari masjid kecil di tengah perkampungan. Di situlah ia membuka kelas Al-Qur’an untuk anak-anak desa, anak-anak yang sebagian besar sebelumnya hanya mengenal mushaf dari kejauhan, dan mengeja huruf hijaiyah dengan terbata-bata.
Tidak ada biaya, tidak ada paksaan. Hanya niat baik, keinginan belajar, dan harapan akan masa depan yang lebih bercahaya.
“Saya percaya, dari desa terpencil pun bisa lahir generasi penghafal Al-Qur’an. Tapi semua harus dimulai dari satu hal, cinta terhadap ayat-ayat suci,” tutur Suci, di sela-sela kegiatannya mengajar.
Bersama sajadah yang mulai lusuh dan Al-Qur’an bertanda lipatan, Suci duduk bersila, mengajarkan tajwid dan makna ayat demi ayat. Tidak hanya mengajar bacaan, ia juga menjelaskan kandungan nilai dan pesan moral dalam setiap surat.
Anak-anak yang dulu lebih suka main, kini kembali ke pangkuan mushaf. Mereka bukan hanya mulai lancar membaca, tapi juga perlahan memahami ajaran akhlak, kasih sayang, dan kejujuran yang tersirat dalam firman-firman Allah SWT.
“Sebelumnya anak saya tidak bisa mengaji, sekarang sudah bisa membaca surat-surat pendek dan paham maknanya. Terima kasih Ibu Suci,” kata Sri, ibu dari salah satu santri kecil.
Sementara Ahmad, tokoh masyarakat setempat, menambahkan bahwa program ini bukan hanya menghidupkan masjid, tapi juga menyatukan hati-hati warga. ”Selain itu program ini sangat bermanfaat bagi anak-anak kami. Mereka menjadi lebih memahami Al-Qur'an dan lebih dekat dengan agama," tuturnya.
Menggerakkan Desa, Menguatkan Bangsa
Program ini tak hanya berdampak pada anak-anak, tapi menular hingga ke para orang tua dan warga lainnya. Ia menginisiasi halaqah kecil bagi ibu-ibu, menghidupkan diskusi keagamaan setelah Maghrib, hingga memotivasi para remaja desa untuk lebih akrab dengan nilai-nilai Qur’ani.
Suci telah menyalakan lentera dari pinggir, dan cahayanya perlahan menembus batas-batas keterisolasian. Dalam diamnya desa, ada semangat yang sedang tumbuh, semangat mengaji, semangat mencintai Al-Qur’an, dan semangat membangun peradaban dari titik yang kerap dilupakan.
Editor: Sebri Asdian