BEKABAR.ID, KERINCI - Bagi para Calon Legislatif (Caleg) di Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci yang sudah masuk ke Daftar Calon Tetap (DCT), jangan coba macam-macam dengan berkampanye di luar jadwal.
Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) Gunung Tujuh Yori Parnando mengatakan, tindakan berkampanye di luar jadwal bisa dipidana.
"Bila ada caleg yang coba-coba melanggar ketentuan kampanye maka bisa kena sanksi pidana ataupun denda," ujarnya, Senin (06/11/23).
Mantan aktivis mahasiswa kenamaan Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh ini menerangkan bahwa usai pengumuman DCT 4 November, ada batasan yang diberlakukan, karena masa kampanye baru boleh dilakukan pada 28 November. "Kampanye itu boleh dilakukan pada tanggal 28 November sampai 10 Februari," jelasnya.
Untuk itu, pihaknya memberikan waktu kepada partai politik di wilayah Kecamatan Gunung Tujuh untuk menurunkan baliho tersebut secara mandiri. "Selama empat hari usai penetapan DCT, mulai 4 Hingga 7 November 2023," ucapnya.
Adapun yang masuk materi pidana menurut Yori yakni adanya kegiatan mengumpulkan massa dengan keterlibatan seperti Kades maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) dan di tempat-tempat yang dilarang, seperti mesjid, sekolah ataupun gedung pemerintah lainnya.
"Terkait kegiatan silaturahmi bertemu dengan masyarakat, para caleg dipersilakan dengan dihadiri oleh internal partai politik, seperti pengurus maupun anggota partai politik," tegasnya.
Yori mewanti-wanti bahwa yang dilarang juga adalah melakukan kampanye terbuka, menyebarkan maupun memasang alat peraga kampanye, pertemuan terbatas atau tatap muka dengan masyarakat.
"Jika calon legislatif melakukan kegiatan yang dilanggar, maka ada konsekuensinya yaitu bisa dijerat dengan pidana maupun denda sebagaimana diatur dalam Pasal 492 UU Pemilu," terangnya.
Yori menyebutkan, dalam Pasal 492 UU Pemilu itu disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, bisa dipidana. "Dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta. Jadi tidak hanya pidana pemilu tetapi masuk pada pelanggaran administratif," pungkasnya. (*/red)