BEKABAR.ID, JAMBI- Tekanan fiskal yang dialami Provinsi Jambi mendapat sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Wakil Ketua II DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata, menyambut baik langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang berencana membahas dana tertahan di pemerintah pusat agar kembali dibicarakan dengan daerah.
"Menteri menyebut ada dana sekitar Rp 3- 4 triliun yang masih tertahan di pusat dan akan kembali dibahas dengan pemerintah daerah. Kita menyambut baik, karena itu bisa menolong kondisi fiskal kita yang selama ini sangat bergantung ke pusat," kata Ivan, Minggu (21/09/25).
Menurutnya, hampir 60 persen keuangan daerah Provinsi Jambi masih bergantung pada transfer pusat. Artinya, jika dana tersebut tidak segera didistribusikan, otomatis fiskal daerah semakin berat dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Ia berharap kebijakan Menkeu yang baru bisa segera dieksekusi agar potensi defisit di tahun depan tidak semakin parah.
“Dana kurang salur sebesar Rp1 triliun dampaknya bukan hanya ke belanja pemerintah, tetapi pembangunan infrastruktur, belanja modal, hingga upaya menekan angka pengangguran,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kapasitas fiskal Provinsi Jambi dinilai masih rendah akibat adanya dana transfer dari pusat yang tidak sepenuhnya disalurkan.
Tercatat terdapat dana kurang salur sebesar Rp 81 miliar yang belum diterima daerah. Kondisi ini menyebabkan belanja pemerintah berkurang dan menimbulkan defisit dengan nilai yang sama.
Ivan menilai beban fiskal saat ini semakin terasa jika melihat struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025.
Pada awalnya, target pendapatan daerah ditetapkan sebesar Rp4,575 triliun, terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp2,07 triliun, dana transfer Rp 2,48 triliun, dan lain-lain pendapatan sah sekitar Rp 16,34 miliar.
Namun dalam revisi Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), target pendapatan diturunkan menjadi Rp 4,443 triliun.
Penurunan ini utamanya karena koreksi pada PAD yang melemah menjadi Rp1,95 triliun, serta penyesuaian transfer pusat menjadi Rp2,46 triliun.
Di sisi belanja, semula ditetapkan sebesar Rp4,471 triliun, lalu disesuaikan naik sedikit menjadi Rp4,507 triliun dalam perubahan APBD.
Dengan kondisi tersebut, Provinsi Jambi menghadapi defisit Rp64,53 miliar yang ditutup melalui pembiayaan netto dengan jumlah yang sama.
"Kalau belanja berkurang, otomatis kegiatan pemerintah ikut terdampak. Ini juga berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang sulit tercapai, apalagi kalau ingin lebih tinggi dari angka nasional,” ungkapnya. (*)