Virus Apatisme Di Kalangan Mahasiswa

Virus Apatisme Di Kalangan Mahasiswa

Dari masa ke masa, waktu ke waktu, mahasiswa atau kaum intelektual muda tak pernah berhenti berjuang. Terhitung dari tahun 1908 ketika para pemuda dan mahasiswa membuat suatu perkumpulan yang diberi nama Boedi Oetomo, perkumpulan ini diciptakan tidak lain dan tidak bukan atas dasar keresahan, yang mana para pemuda terdahulu sadar akan bagaimana mempertahankan kesejahteraan, kemakmuran, serta keadilan sosial. Yang terus-menerus berkelanjutan sehingga mencetak beberapa sejarah yang dimotori oleh gerakan mahasiswa. 

Namun seiring berjalannya waktu akankah sikap dari mahasiswa kian memudar terkikis zaman ? Semoga saja tidak, karena dari beberapa peristiwa bersejarah yang melibatkan mahasiswa, mahasiswa senantiasa menjadi eksponen awal dari sebuah perubahan. Maka dari itu sikap sejati mahasiswa harus terus dipelihara dengan penuh antusias.

Tetapi yang tampak saat sekarang ini, sebagian mahasiswa telah didominir oleh virus-virus mematikan yang menjangkiti mereka. Virus semacam apakah itu ? ya, tepat sekali ketika pembaca kembali mengalihkan perhatian pada judul yang telah saya berikan pada tulisan ini. Sebelum kita membahas lebih jauh, mari kita pahami terlebih dahulu apa itu Virus Apatisme yang menginfeksi mahasiswa pada masa sekarang ini.

Virus, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah Mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron, penyebab dan penularan penyakit, seperti cacar, influenza, dan rabies. Apatisme, Suatu sikap acuh tak acuh, tidak peduli, masa bodoh yang dianut oleh seseorang. Mahasiswa,  Minoritas masyarakat yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Jika disimpulkan, virus ini adalah virus yang menyerang kesadaran mahasiswa, merangsang otak mereka agar simplistis mengenai persoalan-persoalan yang terjadi di tengah masyarakat yang mengeluarkan mereka dari kelompok intelektual muda.

Mengerikan sekali bukan ? ketika kita terinfeksi, seketika itu pula citra seorang mahasiswa lenyap. Mereka hanya akan menjadi zombie-zombie akademisi yang egoistis, lupa akan asal-usulnya yang dilahirkan darimana, tak berguna memang. Satu-satunya sikap yang mesti diambil adalah merekonstruksikan marwah mahasiswa yang terkandung didalam peran dan fungsi mahasiswa, yakni: Agent Of Change (Pembawa Perubahan), peran dan fungsi mahasiswa pertama yaitu Agent Of Change sesuai dengan namanya, ketika telah menjadi mahasiswa, maka diperlukan adanya sebuah perubahan, adanya kebiasaan-kebiasaan baru yang diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat tentunya dalam hal positif. Apabila terdapat kekeliruan di negara ini maka mahasiswa adalah pioner yang melangkah demi mengubah hal tersebut. Social Control (Pengontrol Sosial), mahasiswa sebagai social control  merupakan peran yang penting dan signifikan di tengah masyarakat. Upaya pengontrolan yang dilakukan oleh mahasiswa pun harus jelas yang didasari pada idealisme yang ada. Tidak tergadai demi uang atau kepentingan politik yang mempengaruhinya. Iron Stock (Generasi Penerus), Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa, ia lah yang akan melanjutkan kepemimpinan dimasa-masa mendatang, maka dari itu hendaknya mahasiswa banyak belajar sedari dini. Agar kemudian ia tak hanya sebagai generasi penerus, namun juga generasi pelurus. Guardian Of Value (Penjaga Nilai-Nilai) Guardian of value adalah upaya mahasiswa dalam menjaga nilai-nilai kebaikan didalam masyarakat, nilai-nilai seperti kejujuran, gotong royong, empati, keadilan, integritas. Ketika mahasiswa masih tetap ada, maka nilai-nilai tersebut di harapkan juga masih tetap ada. Moral Force (Penguat Moral),Artinya mahasiswa pastinya punya moral, pembentukan moral terjadi seiring pendidikan yang ditempuh oleh mahasiswa. Ini adalah suatu hal yang ideal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang beradab.

Jadi beberapa peran dan fungsi mahasiswa di atas mestinya sudah kita ketahui, atau jangan-jangan ada sebagian pembaca yang baru mengetahui ? Gawat... Bicara tentang virus yang sedang terjadi di kalangan mahasiswa, yang meski secara garis besarnya hanya “beberapa”, namun tetap saja ini adalah virus yang akan menyebar. Dan bukankah hidup adalah tentang sebab akibat ?. Kita akan membicarakan hal ini dengan lebih serius…

Mengutip dari catatan harian sosok tokoh pergerakan mahasiswa, Soe Hok Gie berkata ”Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka”. Hidup adalah soal pilihan, dan pilihan adalah menentukan sikap. Begitu banyak sekali dinamika yang di hadapkan, contoh terdekat adalah persoalan kampus. Belum tentang eksternal kampus yang mewajibkan turut serta terlibat didalamnya. Menjadi mahasiswa bukan hanya sekedar kuliah, lalu pulang. Bukan hanya sekedar mengejar IPK tinggi. 

Memangnya IPK itu tidak penting ? siapa bilang… dibalik tuntutan orang tua, ada tuntutan masyarakat yang sekaligus menjadi tanggung jawab yang diemban di pundak mahasiswa. Jadi intinya harus menyeimbangi, karena kalau hanya sekedar kuliah saja, maka apa bedanya kita dengan para siswa disekolah. Karena ada amanah terselubung di balik almamater yang kita pakai. Terbesit dipikiran saya untuk mengutip kata-kata dari ulama, Buya Hamka pernah mengatakan “ Kalau hidup hanya sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar kerja, kera pun juga kerja”. Jadi apa maknanya semua ini jika yang kita lakukan tak membedakan kita dengan dua objek yang disebutkan diatas. Jadi berhentilah berpikir kolot.

Ada dua hal yang menurut saya tentang mengapa seseorang bisa menjadi apatis, yaitu: Pertama, memang bawaan sejak lahir yang menjadikan watak suatu individu tidak begitu peduli dengan sekitar. Kedua, kurangnya kesadaran dalam menilik peristiwa tersebut, yang kemudian membuatnya masa bodoh.


Telah kita bahas bahwa apatisme adalah virus yang bergerak khususnya dalam menyerang mahasiswa, maka penangkal virus tersebut diperlukan vaksinasi. Vaksinasi yang bertujuan sebagai imun atau antibodi agar mahasiswa tersebut tak lagi rentan terinfeksi virus berbahaya ini. Buang jauh-jauh pemikiran usang yang telah mengakar di kepala, sadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Dan sebagai mahasiswa, kita sudah ditakdirkan untuk menjadi eksponen dalam terbentuk nya kepentingan bersama,bukan pribadi. Sebagaimana gelar yang kita sematkan di dada kita sebagai kaum intelektual. Tentukan sikap dengan berani memaksakan diri keluar dari zona nyaman, mengutip dari apa yang di sampaikan Tan Malaka “Terbentur, terbentur, terbentuk.” Keadaan tidak akan pernah berubah jika bukan kita sendiri yang mengubahnya dengan secara tidak enak meninggalkan kebiasaan buruk.


Demikianlah tulisan sederhana ini, atau jauh sekali dari kata sederhana ini dibuat. Terdapat banyak sekali kesalahan-kesalahan dalam penulisan, yang sekiranya bisa dimaklumi pembaca karena penulis hanyalah orang amatiran. Mohon maaf jika terdapat kata-kata yang baik disengaja maupun tidak, telah menyinggung perasaan pembaca.


Penulis : Muhammad Syazwan Haziq – Mahasiswa Semester 1 IAIN Kerinci. – Kader LK 1 HMI Cabang Kerinci-Sungai Penuh.