Oleh:
Wahyu Hidayat*
Sebentar lagi kita memasuki masa pesta demokrasi secara serentak seluruh Indonesia.
Dimana beberapa daerah akan melaksanakan pemilihan legislatif dan pilkada secara bersama.
Mulai dari pemilihan presiden, DPR, DPD, Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota), DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tentunya iklmi dan dinamika politik di beberapa daerah mulai muncul dan mencuat dipermukaan.
Kabupaten kerinci merupakan salah satu kabupaten di wilayah provinsi Jambi, yanag akan ikut melaksanakan proses pemilu dan pilkada. Hingga saat ini nuansa politik di kerinci cenderung riak dan beragam. Beberapa tokoh mulai bermunculan, walaupun secara factual ada yang secara pribadi menyampaikan niatnya untuk maju sebagai kepalda daearah.
Tokoh-tokoh yang bermunculanpun bukan wajah baru bagi masyarakat kerinci, tokoh lama yang saat ini masih aktif secara kelembagaan di jabatan politik. Mulai dari anggota DPRD kabupaten, DPRD Provinsi hingga tokoh politik yang pernah ikut berkompetisi pada periode sebelumnya. Ini menjadi nilai tambah bagi para kandidat, karena secara elektabilitas mereka sudah tidak asing lagi bagi masyarakat.
Sangat menarik sekali jika kita liat secara aktif di beberapa kesempatan, misalkan para anggota legislatif memanfaatkan kapasitasnya dalam melaksankan fungsi dan tugasnya untuk lebih dalam lagi memebersamai masyarkat. Tentunya ini meupakan plus dari mereka dibandingkan dengan para kandidat calon lainnya yang tidak mempunyai panggung dan ruang pendukung seperti itu.
Kalau kita lihat dalam kaca mata ilmu komunikasi, saat ini iklim media di kerinci juga dipenuhi dengan konten-konten yang mengekspresikan diri agar terlihat lebih baik dan pantas untuk memimpin kerinci kedepannya. Salah satu teori komunikasi politik, Teori Jarum Suntik
(Hypodermic Needle Theory) berpendapat bahwa pesan politik yang disampaikan kepada masyarakat (terutama) melalui media massa pasti mempengaruhi pembacanya dan membrikan efek positif. Teori ini beranggapan bahwa pembaca dianggap tidak berdaya dan secara pasif akan menrima informasi tersebut. Jika menurut media benar, pasti benar atau semacamnya.
Salah satu contoh teori ini adalah pencitraan.
Jika kita paparkan dengan iklim politik di kerinci, terlihat jelas bahwa beberapa kandidat calon bupati sejak dini sudah melakukan politik pencitraan, dengan asumsi kegiatan?kegiatan dilapangannya. Pencitraan tidak dilarang dalam berpolitik, bahkan pencitraan adalah satu unsur dari keberhasilan para politisi untuk menunjukan kapasitas dan kapabilitas mereka.
Penulis mencoba melihat dari kacamata peluang dari para kandidat calon bupati kerinci, untuk melaju ketahap yang lebih jauh lagi, tentu beberapa persyarataan administratif perlu kita kaji. Mualai dari kesiapan secara kost politik, jaringan sosial (masyarakat), dan yang lebih penting lagi berbicara mengenai partai politik.
Utnuk maju sebagai calon kepala daerah, memiliki partai politik adalah unsur wajib dalam proses pendaftaran. Para kandidat harus memiliki partai politik sebagai partai pengusung untuk mengikuti pilkada yang diselenggarakan oleh KPU. Perlu digaris bawahi, setinggi apapun elektabilitas dan setinggi apapun popularitas jika tidak memliki partai politik itu tidak ada artinya di dalam ruang politik perebutan kekuasaan. Kejadian semacam ini sudah beberapa kali kita temukan di beberapa kesemptan. Artinya popular saja dan memiliki masa yang banyak tidak cukup jika kandidat tidak memilki partai politik.
Satu tahun terakhir, tokoh yang muncul sudah ada beberpa, mulai dari kalangan partai politik hingga kalangan non partai politik. Tugas berat bagi kandidat yang non partai politik, selain dari bersosialisasi kepada masyarakat, tentu menarik simpati partai politik juga harus menjadi poin utama yang harus dilakukan. Teori win win solution, membenarkan, bahwa kerangka berfikir dan hati-hati yang selalu berusaha memperoleh keuntungan bersama dalam setiap interaksi manusia. Win win solution bisa memuaskan kandidat dan partai politik. Dimana kandidat memerlukan partai untuk maju, dan partai memerlukan kandidat untuk menaiikan nilai partainya.
Ini perlu menjadi dasar pijakan bagi kandidat untuk lebih berhati-hati dalam situasi politik yang tentunya tidak bermuara. Karena dalam politik ada istilah tidak ada musuh abadi, dan tidak ada pula kawan sejati. Iklim politik bisa berubah kapan saja, bahkan satu detikpun
semuanya bisa beruabah dalam politik. Mengaktifkan media massa sebagai pilar untuk terus bersosialisasi kepada masyarakat, menonjolkan kemampuan bukan kemauan, agar masyarakat
bisa menelaah dan mendapatkan nilai-nilai edukatif yang merupakan fungus sebenarnya dari para politisi.
Kita berharap para kandidat calon bupati kerinci agar mengedepankan kemampuan, isu?isu yang kemudian bisa membuat riak di kalangan masyarakat agar tidak dikedepankan. Agar supaya masyarakat kita secara tidak langsung terdidik dengan apa yang kita sampaikan.
Kegiatan-kegiatan positif terus dilaksanakan, agar menarik hati untuk bersimpati terhadap apa yang akan kita perjunagkan.
harapan penulis sebagai masyarakat, iklim dan dianimka politik di kerinci merupakan tanggung jawab kita bersama, jika politik kita sikapi dengan intelektualitas maka proses politik
akan mengahsilkan para politisi yang cerdas, bijak dan integritas. Jangan sampai mengedepankan kemauan dan kehausan untuk berkuasa. Karena sesungguhnya kekuasaan itu dekat penderitaan jika salah digunakan.
*Penulis Adalah Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta