Oleh:
Indra Mustika, MH
Term Ekoteologi menjadi penting dalam melihat bumi. Dihari Bumi Sedunia ke 55 pada tanggal 22 April 2025. Menjadi penting untuk melihat Kota Sungai Penuh.
Kota Sungai Penuh mengalami perubahan iklim, karena ada kerusakan lingkungan, emisi karbon, dan kesadaran manusia dalam memperlakukan alam. Ini disadari atau tidak perubahan itu kita rasakan, ada evolusi suhu, ada perubahan cepat tatkala hujan, banjir menjadi dampak yang terus terjadi, hutan semakin mengalami pengikisan, erosi, hingga ruang hijau menipis.
Alam menjadi objek eksploitasi yang diolah oleh manusia sebagaimana tidak semestinya. Manusia dan kekuasaan telah gagal memahami Alam semesta, dimana ekosistem menjadi rusak karena persoalan pembangunan, dan tata ruang yang mengeksploitasi alam. Memperlakukan alam sebagai objek produksi untuk kebutuhan egosentris manusia, sehingga manusia menjadi pusat kekuasaan yang merasa berwenang untuk mengolah dan mengelola alam. Padahal, makhluk hidup tidak hanya manusia, ada binatang, tumbuh-tumbuhan, akan tetapi hegemonik manusia menjadi alam sebagai objek penguasaan.
Kota Sungai Penuh jika kita lihat dari puncak dengan ketinggian 1453 Meter di atas permukaan laut, maka bentuknya mengerikan. Bukan persoalan lekukan alam, tetapi ada penampakan pingir bibir Kota yang gundul, ini dampak akan diperparah dengan kesadaran moral yang tidak melihat lingkungan sebagai bagian dari ekosistem kehidupan manusia. Seolah sewenang serta pengabaian terhadap sampah, lingkungan salah urus oleh kekuasaan, TPA tidak atas dasar kajian mendalam, beton dan bangunan dibangun dilahan hijau, TNKS yang tidak jelas tapal batas dengan tanah ulayat, semesta semakin mengerikan, dampak akan membuat ruang rendah akan terus kebanjiran, terutama wilayah hamparan rawang dan tanah kampung.
Tata ruang yang tidak mengedepankan ekosistem kota, akhirnya air melimpah memenuhi jalan aspal dan toko dipasar. Sungai bantang Marao akan terus menjadi ancaman, memungkinkan keberlimpahan saat hujan deras, air terus melimpahi kota karena tidak ada serapan yang dimungkinkan dilakukan pohon-pohon. Tempat pembuangan akhir sampah diletakkan di atas puncak, betapa mengerikan Kota Sungai Penuh kini. Jika perangai kita seperti ini terus Kota Sungai Penuh akan menjadi yang benar-benar "Kota Sungai Penuh", semua lini wilayah kota telah menjadi sungai yang dipenuhi air, persawahan telah menjadi danau, rumah-rumah warga terendam air, sungai melebar.
Tempat Tidur
Alam semesta akan terus berevolusi, manusia menjadi penting dalam proses evolusi, perubahan adalah keniscayaan, perubahan ke arah kepunahan atau ke arah masa depan terlestarikan, tergantung. Manusia salah satu menjadi faktor. Manusia menjadi bagian penting untuk memulai merubah cara berpikir memperlakukan alam dan lingkungan, denganya alam mengarah pada apa yang terjadi hari ini.
Memperlakukan lingkungan dan alam itu harus dilatih sejak manusia hidup dirumah. Dari bangun tidur, merapikan tempat tidur, ini budaya yang sebenarnya menjadi spektrum yang lainnya, jika di kamar mereka telah memperlakukan barang dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, kerapian, ini akan menjadi "habit".
Melatih membuang sampah pada tempatnya. Ini juga menjadi hal yang berat jika tidak dilatih sejak dini, karena banyak manusia membuang sampah sembarangan. Kita bisa lihat betapa kumuh dipekarangan rumah, diperkantoran, ditempat pusat kota, bahkan dirumah ibadah sekalipung. Karena ini berawal dari kamar tempat tidur, yang mengabaikan hal-hal kecil namun berdampat pada mental dalam melihat lingkungan.
Manusia yang menyadari arti penting lingkungan bukan saja memahami ekosistem kehidupan tetapi ada rasa kebertuhanan yang perlu dijewantahkan merawat Alam. Lingkungan menjadi kesadaran yang terintegrasi dalam kehidupan manusia.
Sholeh Lingkungan
Tuhan tidak hanya memberi pesan untuk manusia ke manusia tetapi Tuhan juga memberi pesan bagaimana relasi manusia dengan alam, relasi manusia dengan lingkungan.
Hubungan manusia dengan alam didasari pada "Habluminalalam", hubungan dengan Alam. Hubungan yang harmoni yang harus dibangun dalam kesadaran saling membutuhkan, bukan saling mengeksploitasi. Hubungan yang dirawat atas kasih dan sayang, saling menghidupkan dan merawat kehidupan demi kehidupan. Jika salah satunya terancam karena salah satunya, maka awal dari sebuah kerusakan, banjir akan terjadi, erosi akan menjadi ancaman, polusi udara, pemanasan global dan ruang hijau mengikis.
Kebaikan; bukan soal ritualitas saja tetapi soal memperlakukan lingkungan. Kebersihan sebagian dari kepercayaan pada Tuhan. Ini kemudian tidak hanya sebagai kesadaran Iman, tetapi harus menjadi prilaku lingkungan. Manusia tidak hanya menjadi sholeh spiritual tetapi harus menjadi sholeh lingkungan. Soleh lingkungan adalah bagaimana manusia memperlakukan lingkungan sebagaimana mereka memperlakukan diri mereka sendiri atas dasar keimanan. Disini Ekoteologi menjadi postulat, cara paham bagaimana alam sangat relevan dengan pesan Tuhan. Kebertuhanan terimplementasi dalam merawat lingkungan.
Kuasa
Kuasa harus menjaga lingkungan, pembangunan harus dikaji ulang jika berdampak pada kerusakan lingkungan, tata ruang harus di bangun atas master plan yang berbasis bada kerberlansungan masa depan, normalisasi yang dilakukan secara konfrehensif dan realistis, pembuangan sampah betul-betul tidak sembarangan.
Jika masyarakat telah melakukan kebiasaan buang sampah pada tempatnya maka penguasa tidak boleh menempatkan pembuangan akhir sampah sembarangan, harus dibangun atas dasar kajian etika lingkungan.
Kebijakan harus dikaji, bukan asal jadi, atau reaktif, ingin cepat selesai, sekalipun hanya bersifat temporal. Kebijakan yang populis tanpa melihat dimensi faturistik. Bagaimana kebijakan dan program bermasadepan.
Apa yang menjadi fokus, harus berdasarkan pada indikator kemajuan, sesuatu yang tidak relevan dengannya tidak perlu dikerjakan, hanya menghabis energi sehingga ada kerja-kerja pembangunan untuk kedepan terabaikan karena kebijakan yang tidak relevan dengan sendirinya.
Titik Tuju
Rasa kebertuhanan, kesholehan lingkungan dan ta'wun antara pemerintah dan ummah, antara pemerintah dan ormas dan antara pemerintah dengan pemerintah sebagai pemangku kebijakan, antara pemerintah dengan kampus dan antara pemerintah dengan oligarki, antara pemerintah dengan perusahaan swasta. Kolaborasi ini mengunifikasi dalam nafas perjuangan yang sama tentang "merawat bumi, menjaga Alam".
Titik temu kita pada moral lingkungan, kesadaran prilaku dalam memperlakukan lingkungan, alam dengan sebaik mungkin. Menjadikan Alam tidak sebagai objek produksi, menjadikan alam tidak sebagai objek penguasaan, tetapi menjadikan Alam dan Lingkungan sebagai mana ekosistem kehidupan yang satu nafas atas dasar kehidupan itu sendiri. Alam terlestasi, disini Ekoteologi teraktualisasi.