Oleh:
Iskananda Relian Santri
Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Jambi
Berdagang adalah salah satu kegiatan yang cukup sering dibahas di dalam Alquran. Allah SWT menghalalkan dagang dan mengharamkan riba. “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”(QS Al Baqarah:275).
Kegiatan manusia untuk mencari karunia Allah SWT lewat berdagang dilakukan untuk mencari keuntungan. Dalam hukum Islam tidak ada batasan tertentu tentang seberapa besar seorang pebisnis boleh mengambil untung. Rasulullah Saw. pernah membeli seekor kambing dengan keuntungan 100%. Di lain kisah, sahabat Zubair ibn ‘Awwam membeli sebidang tanah dengan harga 170.000 kemudian anaknya, Abdullah ibn Zubair menjual kembali tanah tersebut dengan harga 1.600.000, artinya Abdullah bin Zubair menjual lebih dari 9 kali lipat.
Walau demikian Syaikh Wahbah al-Zuhaili mengatakan baiknya seorang pebisnis tidak mengambil untung lebih dari sepertiga modalnya. Pendapat lain seperti Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa pengambilan keuntungan harus melihat etika pasar. Tidak boleh mengambil untung terlalu besar. Karena jual beli adalah bagian dari akad mu’awadhah, yakni akad tukar menukar. Artinya ketika mengambil keuntungan yang terlalu besar maka hal tersebut sudah jatuh pada perbuatan mengambil harta orang lain dengan cara batil, bukan kategori tukar menukar.
Allah berfirman dalam surah Annisa ayat 29:
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Dalam bisnis, keridaan seseorang tidak boleh dicederai dengan praktik-praktik curang. Seperti adanya sandiwara seolah-olah ada orang yang menawar ketika pembeli akan menawar barang yang sama. Maka otomatis agar si pembeli untuk mendapatkan barang yang ia inginkan harus membeli dengan harga lebih dari yang ditawarkan oleh si penawar palsu tersebut. Praktik seperti ini disebut dengan bai’ al-najsy. Tentunya ini diharamkan.
Kasus lainnya dalam lelang. Peserta lelang adalah orang-orang yang sebelumnya telah sekongkol untuk harga pembelian sebuah barang. Praktik-praktik curang lainnya diantaranya monopoli, monopsoni, penguasaan pasar oleh kelompok tertentu saja, persekongkolan, oligopoli, penimbunan harta (ihtikar).
Memang dalam penetapan harga, semuanya dikembalikan kepada pasar. Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Rasulullah, ketika itu terjadi kenaikan harga yang signifikan. Tingkat beli masyarakat menurun. Para sahabat meminta agar Rasulullah Saw meminta untuk mengintervensi harga pasar. Rasulullah saw menolak permintaan tersebut. Biarkan pasar yang menentukan harganya.
Walaupun demikian, ulama berpendapat bahwa negara dalam kasus tertentu dapat mengintervensi pasar. Tentunya dengan cara yang diperbolehkan, seperti pengawasan ketat terhadap pelaku-pelaku usaha.
Etika lainnya bagi konsumen adalah mengetahui harga pasar dan objek yang akan dia beli. Rasulullah melarang orang kampung membeli barang dari orang kota. Karena bisa jadi orang kampung tersebut tidak paham harga pasar. Sehingga sangat besar kemungkinan ia tertipu. Untuk itu penentuan harga juga tidak boleh menyalahi harga pasar yang berlaku.
Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal mengambil keuntungan. Meskipun Islam menghargai aktivitas ekonomi dan usaha untuk meraih keberhasilan, agama ini juga menetapkan batasan-batasan etis dalam mengambil keuntungan. Artikel ini akan menjelaskan beberapa batasan yang ada dalam Islam terkait dengan mengambil keuntungan, mengingat prinsip-prinsip keadilan dan moral yang dianut dalam agama ini.
- Larangan Penipuan: Dalam Islam, penipuan dan manipulasi dalam mengambil keuntungan dianggap sebagai perbuatan yang tercela. Al-Quran menekankan pentingnya kejujuran dan menghindari penipuan dalam berbagai konteks kehidupan, termasuk dalam transaksi ekonomi. Mengambil keuntungan dengan cara menipu atau memberikan informasi yang salah kepada pihak lain dianggap melanggar prinsip-prinsip moral Islam.
- Larangan Riba: Riba, atau bunga, dilarang dalam Islam. Islam menganggap riba sebagai bentuk eksploitasi yang tidak adil terhadap pihak yang membutuhkan. Mengambil keuntungan dengan cara membebankan bunga yang tinggi atau mendapatkan keuntungan dari uang secara tidak adil bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang berlandaskan keadilan sosial dan penghapusan ketimpangan.
- Keadilan dalam Transaksi: Islam mendorong praktik bisnis yang adil dan transparan. Mengambil keuntungan yang wajar dan setimpal dengan nilai nyata dari barang atau jasa yang diberikan adalah prinsip yang ditekankan dalam ajaran Islam. Menawarkan barang atau jasa dengan harga yang tidak proporsional atau menciptakan monopoli pasar dengan tujuan untuk mengambil keuntungan yang berlebihan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
- Perlindungan terhadap Hak-hak Orang Lain: Islam menggarisbawahi pentingnya melindungi hak-hak orang lain, termasuk hak-hak konsumen. Mengambil keuntungan dengan cara merugikan konsumen, memberikan barang atau jasa yang cacat, atau menutup-nutupi informasi yang penting adalah pelanggaran terhadap etika bisnis Islam. Para pedagang dan pebisnis dalam Islam diwajibkan untuk menjaga integritas dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada konsumen.
- Menghindari Sumber Keuntungan Haram: Dalam Islam, mengambil keuntungan dari sumber-sumber yang dianggap haram juga dilarang. Misalnya, mendapatkan keuntungan dari perjudian, alkohol, pornografi, atau industri yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dianggap tidak sah. Islam mendorong mencari sumber penghasilan yang halal dan menghindari praktik-praktik yang merugikan masyarakat atau melanggar prinsip-prinsip agama.
Kesimpulannya: Islam memberikan pedoman yang jelas tentang batasan dalam mengambil keuntungan. Agama ini menekankan pentingnya etika, keadilan, dan kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam aktivitas ekonomi. Dalam mengambil keuntungan, Islam melarang penipuan, riba, dan praktik-praktik yang tidak adil. Islam juga mendorong transaksi yang adil, perlindungan hak-hak konsumen, serta menghindari sumber-sumber keuntungan yang dianggap haram. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, seorang Muslim diharapkan dapat menjalankan aktivitas ekonomi dengan integritas dan keadilan yang sesuai dengan ajaran agamanya.
Islam tidak memberikan batasan tertentu dalam mengambil untung. Islam hanya memberikan etika bisnis bagi pelaku usaha dan konsumen. Bagi pelaku usaha tidak boleh melakukan kecurangan-kecurangan, sedangkan bagi konsumen harus memahami produk dan harga yang dibutuhkan. Jadilah pebisnis yang jujur dan konsumen yang cerdas.