BEKABAR.ID, JAKARTA - Organisasi perusahaan pers Jaringan Media Siber Indonesia
(JMSI) menyambut baik kesepakatan Dewan Pers dan Mabes Polri untuk memitigasi
polarisasi yang sangat mungkin terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Kesepakatan itu diambil dalam pertemuan antara Ketua Dewan
Pers Prof. Azyumardi Azra dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes
Polri, Selasa siang kemarin (21/6).
Dalam pertemuan, kedua institusi menyoroti polarisasi dan
keterbelahan masyarakat yang terjadi akibat penggunaan isu identitas dan
diksi-diksi kebencian, juga informasi bohong atau hoax.
Dalam pertemuan, Ketua Dewan Pers didampingi Wakil Ketua
Dewan Pers Agung Dharmajaya, anggota Dewan Pers Yadi Hendriana, Arif Zulkifli,
Totok Suryanto, Ninik Rahayu, dan Sapto Anggoro.
Adapun Ketua Umum JMSI Teguh Santosa, dalam keterangannya
Rabu pagi (22/6), mengapresiasi pertemuan dan kesepakatan antara Dewan Pers dan
Mabes Polri tersebut. Ia meminta agar semua media massa berbasis internet yang
menjadi anggota JMSI memperhatikan sungguh-sungguh substansi pertemuan dan
menjadikannya pedoman penting dalam berbagai pemberitaan seputar Pemilu 2024.
Polarisasi politik, sebut mantan anggota Dewan Kehormatan
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ini, adalah sesuatu yang mungkin terjadi di
arena pemilu, karena pada hakikatnya pemilu merupakan sebuah kompetisi politik
untuk memperebutkan kekuasaan.
Bukan tidak mungkin, sambung Teguh, karena dipahami sebagai
kompetisi politik yang legal, ada pihak-pihak yang menganggap berbagai cara
dapat dilakukan demi memenangkan kompetisi, termasuk dengan menggunakan dan
memanfaatkan media massa dan profesi wartawan.
“Kita tidak boleh larut dan terjebak. Pemilu memang ajang
perebutan kekuasaan. Tetapi harus diingat, pemilu juga merupakan indikator
penting dari demokrasi dan masyarakat sipil. Pertarungan atau kompetisi politik
dalam praktik demokrasi adalah dengan mengedepankan keberadaban,” ujarnya.
“Negara demokratis yang genuine ditopang oleh kompetisi
politik yang beradab yang mengedepankan agenda-agenda kemajuan bersama,”
sambung Teguh Santosa yang juga dosen Hubungan Internasional Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Mantan Wakil Presiden Confederation of ASEAN Journalist (CAJ)
ini menambahkan, bagi media massa, khususnya yang menggunakan platform digital,
kata kunci agar tidak terjebak menjadi “mesin perusak” di arena pemilu adalah profesionalisme.
Karena itu, dia meminta media massa yang menjadi anggota JMSI
untuk terus dan harus selalu memperhatikan Kode Etik Jurnalistik, Pedoman
Pemberitaan Media Siber, juga Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman yang telah
disusun oleh masyarakat pers nasional.
“Adapun MoU antara Polri dan Dewan Pers yang tengah disusun
menyusul pertemuan kemarin, saya yakin isinya adalah untuk memperkuat kerja
jurnalistik kita, agar media massa dapat benar-benar menjalankan fungsinya
sebagai aktor perekat kohesifitas di tengah masyarakat,” demikian Teguh
Santosa. []