BEKABAR.ID, JAMBI – Dua anggota DPRD Kerinci, yakni Adi Purnomo dan
Arwiyanto disemprot hakim saat duduk dikursi pesakitan Pengadilan Tipikor Jambi
pada sidang lanjutan dugaan korupsi tunjangan rumah dinas Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kerinci Tahun 2017 hingga tahun 2021, Senin (24/07/23).
Hakim berang dikarenakan keterangan politisi PDIP dan
PKB itu ketika bersaksi berbeda, mencla-mencle dan kerab berubah-ubah saat
bersaksi. Di BAP, keduanya mengaku tidak menerima tunjangan rumah dinas pada bulan agustus 2019,
sedangkan pada persidangan,
mereka
menyatakan menerima tunjangan.
“Apakah saudara sudah di
sumpah saat penyidikan? Kok keterangan yang diberikan (saat sidang, red)
berbeda dengan keterangan saat penyidikan,” kata Hakim dengan suara lantang.
“Iya kami menerima (tunjangan, red),” ucapnya Adi Purnomo dan Arwiyanto bersamaan.
Sidang terpantau alot kerena
terjadi insiden Hakim berkali-kali menanyakan pertanyaan yang sama soal
kebenaran dari kesaksian para saksi.
Begitupun dengan Suhairman selaku Bendahara Gaji dan
juga tunjangan DPRD Kerinci. Saat bersaksi ia tampak beberapa kali mendapat
teguran dari majelis hakim serta penasihat hukum terdakwa Adli, karena dinilai
memberi pernyataan yang berbelit-belit.
Ketika dicecar JPU tentang pencairan pada bulan Agustus, Suherman tampak kebingungan dalam
menjawabnya. Namun langsung
saja JPU menyebutkan ada daftar penerima pada bulan Agustus
yang diakui saksi adalah data palsu atau bodong.
Seusai persidangan, Kasi Pidsus Kejari Sungai Penuh
Alek Hutauruk kepada bekabar.id menyebutkan dalam persidangan, terungkap bahwa proses
pencairan anggaran rumah dinas pada bulan Agustus 2019 ditemukan fakta adanya
ketidaksesuaian. “Cairnya bulan Agustus, sementara administrasi proses
pencairan atau pengajuan dana tersebut dilakukan pada 3 September 2019,”
ujarnya.
Ditambahkannya, saksi yang juga anggota dewan
kabupaten Kerinci
aktif, antara lain Arwiyanto fraksi PKB dan Adi Purnomo dari fraksi PDIP
terlihat kompak menyatakan bahwa mereka menerima tunjangan rumah dinas yang
bermasalah. “Iya, di persidangan
mereka mengakui sudah menerima tunjangan, namun saat penyidikan kemarin ngaku,”
ujarnya.
Untuk diketahui, pada Maret
2023 lalu, Kejari Sungai Penuh berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar
Rp 5 Miliar lebih dari anggota DPRD yang menerima kelebihan uang tunjangan
rumah dinas.
Dalam mengusut kasus ini
dari penyelidikan ke penyidikan, pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh memeriksa
setidaknya 70 orang untuk dimintai keterangan dan klarifikasi. Mulai dari
pimpinan dewan, anggota, sekretariat DPRD hingga Bupati Kerinci Adirozal.
Selain itu turut juga
diperiksa kepala BKUD Nirmala, Eks Kabag Hukum Zulfran dan puluhan anggota DPRD
Kerinci.
Kasus ini berawal dari
temuan kerugian negara sebesar Rp 4,9 Miliar dari tunjangan rumah dinas dewan
yang tidak sesuai dengan perundangan-undangan. Hal itu karena terdapat
penggelapan dari masa transisi dewan yang lama menuju dewan yang baru.
Di mana, terdapat pencairan
tunjangan rumah dinas dewan sebesar lebih kurang Rp 400 Juta, namun tidak
diberikan kepada dewan.
Kasus ini naik ke
penyidikan, setelah penyidik menemukan dan mengidentifikasi adanya peristiwa
tindak pidana dalam tunjangan rumah dinas tersebut dan mulai tahap penyidikan
sejak Juli 2022 lalu, sesuai tanggal sprindik yang telah diterbitkan dan juga
sudah dilaporkan secara berjenjang kepada atasan yakni dalam hal ini Kejati
Jambi.
Seiring waktu, pihak
Kejaksaan Negeri Sungai Penuh akhirnya menetapkan 3 orang sebagai tersangka
dalam kasus tunjangan Rumah Dinas DPRD Kerinci Tahun 2017 sampai 2021.
Tiga orang yang dilakukan
penahanan yakni inisial AD selaku Mantan Sekwan, inisial BN merupakan staf dari
Mantan Sekwan, dan inisial LL merupakan pihak Ketiga yang mengaku sebagai dari
KJPP, padahal ia bukan merupakan dari KJPP.
Selanjutnya, Kejari Sungai
Penuh pada Selasa (21/03/2023) menyita uang Rp 5 miliar lebih yang diserahkan
anggota DPRD Kerinci. (seb)