BEKABAR.ID, JAMBI - Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola kembali menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017–2018 di Pengadilan Negeri Jambi, Selasa (23/9/2025). Kali ini dia bersaksi untuk terdakwa Suliyanti, anggota DPRD Provinsi Jambi yang didakwa menerima suap dalam proses pembahasan anggaran.
Sebelum sidang dimulai tampak kader-kader partai PAN di Jambi mendampingi dirinya, termasuk anggota DPR RI dapil Provinsi Jambi dari partai PAN H A Bakrie.
Selain Zola, saksi yang dihadirkan kali ini adalah Dody Irawan eks Kadis PUPR Provinsi Jambi, Budi eks Kabid Bina Marga PUPR Provinsi Jambi, Sendy lim dan Basri staf perusahaan milik Muhammad Imanuddin alias Iim, kontraktor proyek.
Di ruang sidang, menantu Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) ini membeberkan fakta yang menguatkan betapa sistem “ketok palu” sudah menjadi praktik yang sulit dihindari.
Ia mengaku awalnya almarhum Zoerman Manap menelpon dirinya ketika dia sedang berapa di Jakarta. Zola bilang ke Zoerman Manap untuk menunggu dirinya pulang dulu dari Jakarta. "Saat itu saya tidak tau urusannya apa, namun pak Zoerman Manap mengatakan ini penting sekali," beber dia.
Setelah sampai di Jambi, lanjut Zola, barulah dia diberitahu soal uang ketok palu. "Saya bingung, mau nyari uang dimana, APBD tidak ada, uang pribadinya juga tidak ada. Itu sebelum pengesahan APBD. Saat itu dia belum menyebutkan nilainya berapa," jelasnya.
Kemudian Zumi Zola mengutus Apif Firmansyah untuk bertemu dengan pimpinan dewan, barulah keluar nominal permintaan per anggota dewan Rp 200 juta untuk ketok palu. Apif kemudian memberitahu Zola ihwal hasil pertemuan dengan pimpinan dewan dan Zola mengaku kaget.
"Saya sempat tanya ke Apif dari mana kita dapatkan uang itu? namun karena desakan dan dewan tidak mau nego, mau tidak mau saya iyakan," ujarnya.
Menurut Zola, situasi kala itu membuat dirinya bingung. Jika tidak menuruti permintaan uang ketok palu, maka RAPBD tidak akan disahkan. Selain itu Zola mengaku sempat menolak karena besarnya nilai permintaan tersebut, namun merasa tertekan secara politis, serta mengingat keterlambatan pengesahan RAPBD bisa berdampak langsung pada jalannya pemerintahan dan pembangunan.
"Apabila tidak dikasih uang ketok palu, maka APBD kita tidak di sahkan. Sehingga pembangunan diberbagai bidang tersendat. Banyak pembangunan infrasruktur, jalan, jembatan dan sekolah-sekolah dan akses pertanian yang dibutuhkan masyakat Jambi," jelasnya.
Selain itu Zola mengakui bahwa dirinya pernah ditemui oleh Kusnindar yang melaporkan soal duit suap yang masih kurang. "Saya tahunya ketika Kusnindar ngadap, nyampaikan ke saya bahwa permintaan uang ketok palu sudah terpenuhi tetapi ada yang kurang. Namun tidak disebutkan jumlah dan nama-nama orangnya," ungkap Zola dalam persidangan.
Setelah persidangan, ketika dikonfirmasi Zumi Zola mengaku pada intinya ia tetap sesuai pernyataan dalam BAP. Dia mengungkapkan tidak pernah menerima daftar nama ataupun jumlah kekurangan seperti yang disampaikan Kusnindar.
"Tidak ada jumlah anggotanya, tidak disebut. Hanya minta uang untuk pengesahan. Ini kan dari 2017 ya, udah lama sekali," imbuhnya.
Sementara itu, Jaksa KPK, Hidayat mengungkap ada beberapa pihak yang belum diperiksa, baik rekanan maupun dari Apif. "Apif masih menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, beberapa rekanan akan kita panggil menjadi saksi, waktu pastinya kita akan sesuaikan," demikian kata Hidayat.
Editor: Sebri Asdian