BEKABAR.ID, KERINCI - Kasus dugaan korupsi tunjangan
perumahan pimpinan dan Anggota DPRD Kerinci periode 2017-2021 yang menjadi
sorotan dan perbincangan hangat dari berbagai kalangan beberapa waktu lalu,
saat ini mendadak hilang dan sunyi.
Penantian masyarakat yang mengamati
perjalanan kasus dan menunggu kelanjutan episode baru dalam penetapan tersangka
berikutnya pun bak digantung.
Tak ada lagi riak-riak terdengar
seperti jelang dan pasca pengembalian dana senilai Rp 5 Miliar oleh 50 orang
anggota, pimpinan dan eks anggota DPRD Kabupaten Kerinci jelang lebaran kemarin.
Salah seorang Aktivis Kerinci Rian
Putra Anggara menilai, kasus tersebut tidak bisa berhenti sampai dengan
pengembalian uang saja, akan tetapi harus ada penetapan tersangka baru.
“Kasus ini sudah menjadi atensi
publik, tentu harus dituntaskan sampia ke akar-akarnya. Karena sudah menjadi perhatian
publik, tentunya kinerja serta integritas penegekan hukum bakal dipertaruhkan
terhadap penaganan kasus,” ujarnya kepada bekabar.id, Sabtu (29/04/23).
Menurutnya, pengembalian uang hasil
korupsi kepada negara tidak menghapus perbuatan pidananya. Perkara pidana itu
mengadili perbuatan, yang dari perbuatan itu lahir kerugian. Jika kerugiannya
dikembalikan, tetap tidak menghapus perbuatan pidananya.
“Jadi kerugian yang dikembalikan hanya
akan berpengaruh pada pengurangan hukuman pidananya saja, tetapi tidak
menghapuskan perbuatan pidananya dan meskipun dikembalikan, proses pidana tetap
harus dilakukan,” beber pria yang akrab disapa Rian Aben ini.
Untuk itu, Rian Aben mendesak Kejaksaan
Negeri (Kejari) Sungai Penuh segera menetapkan tersangka baru terkait kasus ini.
“Kejati dan Kejagung kami minta turut memonitor dan mengawal kasus ini. Jangan
sampai ada kongkalikong untuk perampingan kasus,” tukas dia.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu, Kejari
Sungai Penuh berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 5 Miliar lebih dari
anggota DPRD yang menerima kelebihan uang tunjangan rumah dinas.
Dalam mengusut kasus ini dari
penyelidikan ke penyidikan, pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh memeriksa
setidaknya 70 orang untuk dimintai keterangan dan klarifikasi. Mulai dari
pimpinan dewan, anggota, sekretariat DPRD hingga Bupati Kerinci Adirozal.
Selain itu turut juga diperiksa kepala
BKUD Nirmala, Eks Kabag Hukum Zulfran dan puluhan anggota DPRD Kerinci.
Kasus ini berawal dari temuan kerugian
negara sebesar Rp 4,9 Miliar dari tunjangan rumah dinas dewan yang tidak sesuai
dengan perundangan-undangan. Hal itu karena terdapat penggelapan dari masa
transisi dewan yang lama menuju dewan yang baru.
Di mana, terdapat pencairan tunjangan
rumah dinas dewan sebesar lebih kurang Rp 400 Juta, namun tidak diberikan
kepada dewan.
Kasus ini naik ke penyidikan, setelah
penyidik menemukan dan mengidentifikasi adanya peristiwa tindak pidana dalam
tunjangan rumah dinas tersebut.
Kasus ini mulai tahap penyidikan sejak
Juli 2022 kemaren, sesuai tanggal sprindik yang telah diterbitkan dan juga
sudah dilaporkan secara berjenjang kepada atasan yakni dalam hal ini Kejati
Jambi.
Seiring waktu, pihak Kejaksaan Negeri
Sungai Penuh akhirnya menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus
tunjangan Rumah Dinas DPRD Kerinci Tahun 2017 sampai 2021.
Tiga orang yang dilakukan penahanan
yakni inisial AD selaku Mantan Sekwan, inisial BN merupakan staf dari Mantan
Sekwan, dan inisial LL merupakan pihak Ketiga yang mengaku sebagai dari KJPP,
padahal ia bukan merupakan dari KJPP.
Selanjutnya, Kejari Sungai Penuh pada
Selasa (21/03/2023) menyita uang Rp 5 miliar lebih yang diserahkan anggota DPRD
Kerinci. (seb)