BEKABAR.ID, JAMBI - Terhitung tanggal 1 Oktober 2022, Pemerintah Provinsi Jambi periode 2020-2024 membangun objek wisata Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa taman wisata yang terletak di lahan bekas Pasar Angso Duo. Informasi tersebut didapatkan dari akun pribadi media sosial gubernur Jambi, @alharisjambi yang menyebut menyebut Wisata Jambi Taman Putri Pinang Masak ini bakal jadi salah satu obyek wisata baru di Provinsi Jambi. Dalam postingan tersebut Gubernur Jambi berharap pembangunan ini menjadi salah satu obyek wisata yang baru di Provinsi Jambi.
Pembangunan RTH yang menggunakan dana APBD provinsi tahun 2022 dengan nilai pagu sebesar 35 miliar rupiah melalui satuan kerja Dinas PUPR Jambi tahap pekerjaan dimulai april tahun 2022 sesuai kontrak. 640/011/DPUPR-6/PPK.IS/V 2022 dengan nilai Rp. 34.578.000.000.
Namun, belakangan ini muncul permasalahan dalam pembangunan ini. Di media sosial (17/04/2023), hal tersebut terlihat setelah proyek tersebut tergenang air diguyur hujan, bahkan akses jalan RTH sehingga sulit dilewati pejalan kaki. Hal ini diduga karena drainase air yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Selain itu, tampak permukaan tanah yang ditimbun mengalami penurunan. Hal tersebut terlihat dari akses paving blok yang turun dan bergelombang dibawah genangan air. Kondisi ini diperparah dengan semua tanaman hias mati, termasuk rumput rumput hias. Tanaman tersebut digantikan oleh rumput rumput liar dan ilalang yang tumbuh subur.
Dikutip dari Tinta Nusantara, Indikasi korupsi itu sudah terjadi sejak Penataan lahan didalam proyek yang nilainya 35 miliar tersebut untuk tanah yang digunakan untuk menimbun lahan tersebut sudah diatur kriterianya, namun faktanya dilapangan tanah itu justru yang kualitasnya dibawah dengan harga yang jauh lebih murah.
Presidium Gerakan Kemasyarakatan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jambi, Syrillus Krisdianto mempertanyakan proyek yang dilaksanakan oleh PT. Bumi Delta Hatten yang beralamat di JI. H. Syamsoe Bahroen RT. 04 No. 34 Kel. Selamat Kec. Danau Sipin kota Jambi.
“Bagaimana bisa proyek yang menelan biaya hingga 35 miliar rupiah mengalami kerusakan yang parah. Sangat disayangkan tersebut terjadi setelah beberapa bulan proyek tersebut selesai dibangun. Seharusnya pemerintah harus memikirkan pembangunan ini secara matang, karena ada pembangunan yang lebih dibutuhkan masyarakat. Dikarenakan adanya indikasi korupsi dalam proyek ini, pihak terkait seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus melakukan penyelidikan dalam proyek ini. Hal ini penting karena korupsi merupakan patologi dalam birokrasi dan harus diberantas.” ungkap Kris.
Beliau juga mengungkapkan perbaikan RTH tentu membutuhkan biaya yang besar, sehingga pihak terkait seperti kontraktor harus bertanggung jawab penuh akan permasalahan yang sudah terjadi. (*)