Ratusan Kader HMI Gruduk di UIN STS Jambi, Desak Rektor dan Warek III Mundur

Ratusan Kader HMI Gruduk di UIN STS Jambi, Desak Rektor dan Warek III Mundur

BEKABAR.ID, JAMBI – Aksi demonstrasi mewarnai kawasan Kampus II UIN Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi, Senin siang (1/9/2025), ketika ratusan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dari berbagai Cabang turun ke jalan menuntut keadilan. 

Mereka memprotes tindakan represif terhadap kader HMI serta insiden penginjakan bendera organisasi saat kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) pada 27 Agustus lalu.

Aksi ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum HMI Cabang Jambi, Tessa, yang menyuarakan kemarahan massa atas apa yang mereka nilai sebagai pelanggaran serius terhadap martabat organisasi.

“Pemukulan terhadap kader HMI adalah bentuk kekerasan yang tidak bisa ditolerir. Begitu juga dengan penginjakan bendera organisasi. Itu adalah penghinaan terhadap simbol perjuangan kami,” tegas Tessa.

Dalam pernyataan sikapnya, massa HMI menyampaikan empat tuntutan utama. Mendesak Rektor dan Wakil Rektor III UIN STS Jambi mundur dari jabatan, Mengusut tuntas pelaku pemukulan terhadap kader HMI, Melakukan investigasi menyeluruh atas penghinaan simbol organisasi, termasuk penginjakan bendera dan pencopotan spanduk, Memublikasikan hasil investigasi paling lambat 10 September 2025, atau aksi lanjutan yang lebih besar akan digelar.

Aksi sempat diwarnai ketegangan saat massa mendesak bertemu langsung dengan Rektor dan jajaran pimpinan kampus. Namun, situasi dapat dikendalikan setelah perwakilan HMI diizinkan masuk untuk berdialog bersama Rektor Prof. Kasful Anwar, Presiden Mahasiswa, serta Ketua Panitia PBAK.

Dalam pertemuan itu, Prof. Kasful Anwar meminta mahasiswa menahan diri dan mempercayakan proses hukum yang kini sedang berjalan.

“Silakan menunggu proses hukum di Polres dan Polda, karena ini sudah masuk ranah hukum. Saya juga sudah memerintahkan agar keamanan dan keharmonisan kampus tetap dijaga,” ujar Kasful.

Namun pernyataan tersebut dinilai belum cukup menjawab tuntutan moral dan organisasi dari para demonstran. HMI menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan tidak segan menggelar aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi sesuai tenggat waktu.

Sejumlah pengamat menilai bahwa respons kampus terhadap insiden ini masih bersifat normatif. Dalam konteks perguruan tinggi sebagai ruang aman dan demokratis, kekerasan fisik serta penghinaan terhadap simbol organisasi mahasiswa mencerminkan kegagalan dalam menjaga iklim akademik yang sehat dan inklusif.

Jika benar ada pembiaran atau keterlibatan oknum dalam peristiwa tersebut, maka bukan hanya investigasi internal yang dibutuhkan, melainkan juga komitmen nyata dari pimpinan kampus untuk menjamin hak-hak kebebasan berekspresi dan berorganisasi mahasiswa.

Kasus ini menjadi preseden penting bagi relasi antara organisasi mahasiswa dan institusi pendidikan tinggi. Transparansi, akuntabilitas, dan keadilan adalah tuntutan mendasar yang harus dijawab, bukan sekadar ditanggapi secara prosedural. (*)