PP PMKRI desak Kementerian ESDM usut tuntas dugaan penjualan 300.000 ton nikel milik Negara

PP PMKRI desak Kementerian ESDM usut tuntas dugaan penjualan 300.000 ton nikel milik Negara

BEKABAR.ID, JAMBI - Pengurus pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI), mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera mengambil langkah tegas terkait dugaan penjualan 300 ribu ton biji nikel yang sebelumnya disita untuk negara. Perusahaan tambang yang diduga menjual biji nikel tersebut adalah PT Wana Kencana Mineral (WKM).

Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI Raymundus Yoseph Megu mengatakan , dugaan tersebut dilihat dari biji nikel yang dijual awalnya merupakan milik PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT). Namun, izin usaha pertambangan (IUP) PT KPT dicabut oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan dialihkan ke PT WKM. Konflik hukum antara kedua perusahaan ini berujung pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan PT WKM sebagai pemegang IUP yang sah.

Namun demikian , status hukum biji nikel yang telah disita negara masih menjadi tanda tanya besar dan perlu diklarifikasi oleh pihak berwenang,” ujar Raymundus, Sabtu (15/2).

Raymundus menjelaskan, terkait Laporan Hasil Verifikasi (LHV) menunjukkan bahwa pemerintah daerah diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp30 miliar akibat dugaan penjualan biji nikel ini. Selain itu, PT WKM juga diduga belum memenuhi kewajibannya dalam menyetor dana jaminan reklamasi selama empat tahun (2018-2022). Dari total kewajiban sebesar Rp13,45 miliar, perusahaan ini baru menyetor Rp 124 juta pada tahun 2018.

β€œHal ini menimbulkan kekhawatiran terkait komitmen PT WKM dalam menjaga lingkungan pasca-penambangan,” tegas Raymundus.

Menurutnya, kasus ini terkait erat dengan berbagai regulasi yang mengatur sektor pertambangan. Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar, sedangkan Pasal 161 menegaskan bahwa pihak yang menampung atau menjual mineral ilegal juga dapat dipidana.

Selain itu, PP No. 96 Tahun 2021 mengatur dalam Pasal 107 bahwa IUP yang dicabut tidak boleh digunakan untuk penjualan sebelum ada ketetapan baru dari pemerintah, serta Pasal 187 yang menyebutkan sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban reklamasi dan pasca-tambang. Sementara itu, Permen ESDM No. 26 Tahun 2018 mengatur dalam Pasal 63 bahwa setiap perusahaan tambang wajib menyediakan dan menyetor dana jaminan reklamasi sesuai ketentuan.

Menyambung pernyataan Raymondus, Parlin Sihaloho yang juga Sebagai Ketua lembaga ESDM menyampaikan bahwa "Kami meminta sikap tegas dari Kementerian ESDM untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terkait kasus ini, memastikan transparansi dalam proses penyelidikan, dan memberikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran,” tegasnya.Kita tidak bisa lagi membiarkan kegiatan penambangan yang tidak bertanggung jawab dan tidak transparan merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat lokal. Oleh karena itu, kita menuntut Kementerian ESDM untuk:

1. Segera menyelidiki dan mengungkapkan kebenaran tentang dugaan penjualan biji nikel milik negara.

2. Mengambil tindakan tegas terhadap PT WKM jika ditemukan pelanggaran.

3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam.

Kita harus memastikan bahwa kepentingan negara dan rakyat dilindungi, dan bahwa kegiatan penambangan dilakukan dengan bertanggung jawab dan transparan," tutup Parlin. (*)