Oleh : Fitria Ramadani Mahasiswi Fakultas Pertanian
Universitas Jambi
Hari krida merupakan hari dimana masyarakat pertanian
menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan nikmat yang
dilimpahkan-Nya berupa kekayaan alam yang melimpah seperti bumi, air, matahari,
iklim, kekayaan fauna dan flora serta mineral-mineral yang oleh masyarakat pertanian
diolah dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya bermohon
agar pada tahun-tahun berikutnya dapat memperoleh rahmat yang lebih besar dari
pemanfaatan kekayaan alam tersebut dengan tanggungjawab untuk tetap
melestarikannya.
Hari Krida Pertanian juga merupakan hari berbangga hati atas
prestasi dan hasil yang diperoleh setelah setahun penuh bekerja tanpa mengenal
lelah. Sehingga, mampu menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan
segenap masyarakat. Namun apakah benar adanya perayaan atas prestasi seperti
hari-hari terdahulu? Atau hanya peringatan-peringatan biasa yang dilakukan
menjadi formalitas.
Mari kita ulas prestasi pertanian yang dimaksud. Sektor
pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun perekonomian nasional
termasuk perekonomian daerah, karena sektor pertanian berfungsi sebagai
penyedia bahan pangan untuk ketahanan pangan masyarakat, sebagai instrumen
pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja, serta sumber pendapatan
masyarakat. Indonesia menjadi salah satu negara eksportir minyak sawit (Crude
Palm Oil/CPO) terbesar di dunia. Tercatat, Tiongkok dan India merupakan pangsa
pasar terbesar ekspor minyak sawit nasional. Ekspor CPO ke kedua negara
tersebut mencapai 29% dari total nilai ekspor sawit Indonesia. Berdasarkan data
badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO ke Negeri Tirai Bambu tersebut
mencapai US$ 4,55 miliar sepanjang Januari-November 2021. Nilai tersebut
mencapai 17,47% dari total nilai ekspor minyak sawit Indonesia. Tak hanya sawit,
karet, kopi dan kakao juga merupakan produk pertanian yang ekspor Indonesia.
Kepala Perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO) di
Indonesia, Richard Trenchard menyampaikan saat masa sulit seperti
pandemi, sektor pertanian telah memberikan kontribusi dan mempertahankan
pertumbuhan ekonomi positif. Hal tersebut merupakan sebuah pencapaian yang luar
biasa dan patut dihargai.
Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati
dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan
komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
Dengan peranan penting yang dimiliki sektor pertanian,
tentunya kita harus senantiasa menjaga stabilitas dari sektor ini. Bayangkan
bagaimana jika sektor pertanian tidak stabil? Apakah mungkin anda akan
produktif jika tidak mengkonsumsi pangan selama satu hari? Iya, anda tahu
persis jawabannya.
Oleh karena itu, hendaklah ada suatu strategi yang dapat
menjaga stabilitas itu sendiri. Bagaimana menjaga stabilitas tersebut? Tentu
saja dengan mengetahui permasalahan yang ada agar dapat dipikirkan solusinya.
Adapun persoalan yang masih saja terjadi yaitu Pertama adalah yaitu lahan yang
semakin sempit seiring dengan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dan kondisi
tanah yang sudah rusak disebabkan oleh berbagai faktor. Kedua, aspek
permodalan. Ketiga, lemahnya manajemen petani atau pemasarannya. Keempat,
minimnya penguasaan teknologi dan inovasi yang salah satu penyebabnya yaitu
usia. Rata-rata usia petani berusia 50 tahun keatas yang tidak memungkinkan
untuk dapat mengadopsi teknologi dan inovasi yang baik. Adopsi teknologi dan
inovasi ini akan secara efektif dan efisien dapat diterima pada kalangan muda
karena generasi ini tak jauh dari teknologi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah petani per
2019 mencapai 33,4 juta orang. Adapun dari jumlah tersebut, petani muda di
Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8% atau setara dengan 2,7 juta
orang.
Kemudian, sekitar 30,4 juta orang atau 91% berusia di
atas 40 tahun, dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun. Kondisi ini kian
diperparah dengan penurunan jumlah regenerasi petani muda. Dalam data yang
sama, dari periode 2017 ke 2018, penurunan jumlah petani muda mencapai 415.789
orang.
Berbagai problematika yang dipaparkan bukanlah hal mustahil
untuk kita dapatkan solusinya. Sebagai salah satu contoh Negara Singapura
merupakan negara yang memiliki lahan pertanin yang tebatas, buktinya mampu
menjawab persoalan pangan dengan memanfaatkan atap-atap gedung bertingkat.
Keseriusan Indonesia dalam memikirkan pertanian masa depan yang mampu menjawab
tantangan zaman hendaklah ada kolaborasi yang baik antara pemangku kepentingan
(stakeholder) seperti pemerintahan, pembuat kebijakan, masyarakat petani dan
mahasiswa.
Mahasiswa sebagai kaum intelektual, agen of change, yang
merupakan iron stock apakah kita akan merayakan permasalahan yang dimiliki
tanpa memikirkan solusi? Apakah perayaan ini akan berlanjut jika minat terhadap
pertanian menurun bahkan hampir punah jika dibandingkan minat pada sektor lain
seperti sektor industri, jasa dan lain-lain. Atau makna perayaan ini akan
berubah menjadi perayaan atas kebobrokan pertanian? Ayolah generasi muda bangga
menjadi petani dan mari tawarkan solusi untuk kesejahteraan pertanian dan
masyarakat petani.