BEKABAR.ID, JAKARTA - Meskipun masih terpengaruh pandemi
Covid-19, sektor hulu migas Indonesia berhasil melakukan investasi yang cukup
masif di tahun 2021. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi investasi di 2021 mencapai US$10,7
milyar atau sekitar Rp155 triliun (pada kurs US$1 = Rp14.500). Jumlah ini
meningkat dibanding realisasi investasi tahun 2020 yang berada pada angka US$10,5
milyar.
"Ini menunjukkan komitmen
sektor hulu migas untuk tetap melakukan investasi yang masif meski sedang dalam
masa pandemi yang tentunya membatasi gerak semua pihak. Investasi yang cukup
besar ini dilakukan karena kami menyadari sepenuhnya bahwa ke depan kebutuhan
terhadap migas akan semakin besar jadi kita harus bekerja keras dari hari
ini," ujar kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat memberikan konferensi pers
bersama seluruh manajemen SKK Migas, Senin (17/1), di Jakarta.
Kebutuhan akan investasi tersebut
akan semakin meningkat ke depannya untuk mencapai target besar industri hulu
migas, yaitu pencapaian target produksi minyak sebesar 1 juta barel minyak per
hari (BOPD) dan produksi gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari
(BSCFD) di tahun 2030. Dwi mengatakan seluruh pemangku kepentingan perlu
melakukan usaha bersama untuk menciptakan iklim investasi yang mendukung
pencapaian target besar tersebut. “Diperlukan perbaikan fiskal untuk
meningkatkan investasi migas ke depan dan mendukung program 1 Juta BOPD Minyak
dan 12 BSCFD Gas di tahun 2030. Dampak positif dari peningkatan produksi migas
nasional akan mengurangi current account
deficit (CAD), menjaga ketahanan energi nasional, menciptakan lapangan
kerja dan penguatan kapasitas perusahaan nasional penunjang industri hulu migas
," ujar Dwi.
Ditambahkannya, dalam jangka pendek
pun, kegiatan dan investasi di sektor hulu migas diperkirakan akan meningkat
seiring dengan membaiknya ekonomi dengan semakin tertanganinya pandemi
Covid-19. "Permintaan
minyak meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi dan akan diimbangi dengan
pasokan. Pada jangka pendek harga minyak meningkat karena peningkatan permintaan”, papar Dwi.
Kebutuhan akan minyak dan gas bumi
juga akan tetap signifikan meskipun saat ini dunia sedang bergerak menuju net zero emission atau nol emisi karbon.
Bauran energi memang memperlihatkan porsi bauran energi migas yang menurun
setiap tahun seiring dengan meningkatnya persentase bauran energi baru
terbarukan. Akan tetapi, meskipun kebutuhan migas secara persentase turun,
namun secara volume kebutuhan migas akan semakin membesar. Gas bumi juga akan
memainkan peran strategis sebagai agen transisi energi. "Dalam rangka
memaksimalkan dukungan industri hulu migas selama masa transisi energi ini,
investasi kembali menjadi kunci," ujar Dwi.
Dalam konferensi pers tersebut juga
disampaikan bahwa di tahun 2021, bagian negara (government take) dari total
revenue mencapai US$14 milyar atau sekitar Rp 203 triliun (pada kurs US$1 =
Rp14.500). Jumlah tersebut meningkat sekitar 61 persen dibanding tahun 2020 saat
bagian negara mencapai US$8,7 milyar. "Kami memberikan apresiasi kepada
semua pekerja hulu migas atas capaian ini. Meskipun tahun 2021 kita masih
dibayang-bayangi suasana pandemi Covid-19, sektor ini tetap bisa memberikan
kontribusi signifikan bagi negara. Ini menegaskan betapa pentingnya industri
hulu migas bagi perekonomian nasional dan sumber penerimaan negara untuk
mendukung pemulihan perekonomian nasional dan penanggulangan pandemi
Covid-19," pungkas Dwi.